Senja yang Sedih
Sore harinya, anak-anak sudah menantiku untuk mengucapkan perpisahan. Entah mengapa, para gadis-gadis Berau itu lebih berminat untuk merubungi saya, sedangkan yang cowok-cowok lebih memilih merubungi temanku. Padahal aku tidak punya tampang playboy sedikitpun. Tapi sudahlah, ini mungkin momen-momen yang akan dialami para pemuda yang melakukan perjalanan di daerah-daerah pedalaman untuk kegiatan pengabdian.
Entahlah apa yang ada di benak mereka. Ada mulai alay merayu-rayuku agar tidak pulang. Ada yang bertanya sudah punya pacarkah? Ada yang PDKT ini itu (maaf bukan GR ya). Dan pada intinya mereka menginginkan aku tidak pulang. Inilah momen-momen penting untuk memberikan wejangan kunci kepada mereka agar menjaga mimpi-mimpi yang telah mereka bangun selama ini. Setidaknya kami yang hanya 17 hari di sini memiliki kesempatan untuk berbagi dengan mereka. Yah, anak-anak pedalaman butuh sentuhan luar untuk memperbaiki mimpinya dan mengenalkan mereka tentang Indonesia.
Aku hanya mengulang apa yang kubagi di kelas-kelas ketika mengisi pelajaran. Bermimpi besar, belajar giat, tekun dan berjuang keras meraih cita-cita itu. Keluar dari tanah Berau untuk menuntut ilmu dan kembali lagi untuk membangun daerahnya. Maaf ya adik-adik, kami harus kembali ke daerah asal kami untuk mengerjakan amanah kami lagi di sana.