Meskipun beliau berkuasa dan menjadikan umurnya dalam jihad, beliau tidak pernah dikenal sebagai sosok yang kejam apalagi sadis. Seperti yang kutuliskan di awal, nama beliau harum di barat dan di timur. Sekedar ilustrasi, dalam film Kingdom of Heaven, pada bagian akhirnya terlihat Balian d’Ibelin yang dalam cerita film itu menjadi pemimpin garnisun Yerusalem yang mempertahankan kota mati-matian dari gempuran pasukan Shalahuddin al-Ayyubi yang berakhir dengan perundingan setelah keduanya menyadari korban yang banyak dari kedua belah pihak (sebenarnya ceritanya tidak sesederhana itu, bahkan dalam rangkaian penaklukan Yerusalem hal yang paling penting adalah kesalahan bangsa Frank sendiri ketika itu membawa pasukannya keluar dari benteng kota yang sudah pasti dengan mudah dilibas oleh pasukan Shalahuddin yang terkenal tangkas dalam pertarungan terbuka).
Dalam perundingan, Shalahuddin mengatakan, “Aku tawarkan jaminan keamanan bagi setiap penduduk termasuk Ratumu (dalam film yang dimaksud adalah Ratu Syibilla) yang ingin meninggalkan Yerusalem menuju ke pantai barat (artinya dia tidak akan menawan para penduduk bahkan memberikan pengawalan)“. Balian berkata, “Dulu ketika orang Kristen (dalam sejarah yang dimaksud adalah bangsa Frank) menguasai tempat ini, mereka membantai seluruh muslim“. Shalahuddin membalas, “Aku bukanlah manusia yang seperti itu, aku Shalahuddin, Shalahuddin“. Balian menjawab, “Jika demikian, kuserahkan kota ini dan aku percaya pada janjimu“.
Kisah tadi hanyalah sebuah pengakuan kecil dari orang-orang barat, dalam hal ini para penyuka hiburan untuk mengambil tema film tentang masa perang salib. Mereka dengan jujur mengakui bahwa Shalahuddin itu bukan pembantai dan selalu berbelas kasih kepada para musuhnya, memegang janjinya. Maka pada uraian-uraian selanjutnya akan aku paparkan kepribadiannya dari beberapa kisah yang akan membuat kita tercengang dengan sosok yang awalnya tidak pernah dikenal ini. Dan selanjutnya kita bisa membandingkan bahwa meskipun beliau telah hidup jauh di masa Rasulullah dan sahabat, namun kebaikannya mampu menghadirkan penghormatan kawan dan lawannya sebelum akhirnya dilanjutkan oleh Muhammad al-Fatih (Mehmed II) dan Sulaiman al-Qanuni (The Great Solomon).
Apa keistimewaannya?
Pertama, beliau adalah orang yang lembut, berbelas kasih, lagi mengutamakan perdamaian. Dalam visinya menaklukkan kota-kota muslim yang melingkari Yerusalem, beliau selalu menawarkan jalan damai dulu dengan berbagai kesepakatan, barulah jika memang pemimpinnya keras kepala beliau bertempur dengan pasukannya. Di masa-masa ini para penguasa yang menang terbiasa menjarahi habis-habisan, tetapi tidak demikian ketika Shalahuddin berkuasa atas suatu daerah. Bahkan ketika beliau akan menaklukkan Yerusalem, beliau sudah terlebih dulu menawarkan jalan damai yang disetujui kebanyakan pemimpin agama Kristen di sana, hanya saja sang penguasa dari bangsa Frank itu menolak, terlebih ketika raja yang bijaksana, Boudoin IV wafat dan digantikan Guy d Lusignan yang terkenal angkuh, namun akhirnya dia membuat kesalahan dengan membawa pasukannya ke padang terbuka dan dikalahkan oleh Shalahuddin al-Ayyubi. Maka kemenangan Shalahuddin adalah kebahagiaan bagi para pemimpin Kristen Ortodoks di Yerusalem karena pemaksaan agama dari bangsa Frank yang beragama Kristen Latin (Roma) di waktu itu berakhir sudah. Dalam hal ini termasuk Kekaisaran Byzantium di Konstantinopel ikut memberikan selamat karena pengaruh kekuasaannya dalam Kristen dapat kembali ke Yerusalem.
Dalam kisah yang lain, beliau tidak pernah membantai tawanan perang yang ditaklukkan pascapenaklukan Yerusalem dan kota-kota penyangganya. Menurut Geoffrey, beliau baru membalas pembantaian tawanan perang ketika Raja Richard si Hati Singa membantai secara kejam para tawanan dari garnisun Kota Acre yang kalah oleh serbuan pasukan gabungan Eropa. Dan sekali itu Shalahuddin membalas kebiadaban Richard agar mereka tidak menganggap bahwa Shalahuddin lemah dan tidak kuasa untuk melakukan hal yang sama.
Kedua, beliau hidup sederhana dan bukan pemimpin yang tamak pada harta. Itulah mengapa loyalitas pasukan dan bawahan beliau besar hingga masa-masa akhir pertempurannya sebelum beliau kembali ke Damaskus? Karena beliau selalu mengutamakan kepentingan negara. Di masa itu, tidak semua orang mau berjihad dalam artian seperti di masa Rasulullah dan khalifah Rasyidah. Maka dalam situasi demikian, beliau memberikan jaminan kekayaan yang membuat para prajurit terbaik dan para emir di wilayah yang dikuasainya. Menurut Geoffrey, situasi ketika itu sangat pelik karena para emir kebanyakan orang yang kemungkinan lari paling duluan jika pasukan muslim terpukul mundur, karena mereka takut kekayaan yang telah dibagikan Shalahuddin dijarah atau ditarik kembali untuk infak dan membiayaai perang. Kesederhanaan itu terlihat pada meskipun beliau menduduki istana dan meninggal di istananya beliau tidak berfoya-foya lagi. Beliau tidak memiliki harta yang ditinggalkan, sampai-sampai ketika beliau wafat para sahabatnya terpaksa menghutang untuk mengurus pemakamannya.
Ketiga, memiliki jiwa egaliter terhadap rakyat dan pelayannya. Kedekatannya kepada para pelayan istana, kesabarannya menghadapi keluh kesah rakyat adalah yang membuat rakyat sangat mencintainya. Pernah suatu ketika beliau benar-benar kelelahan dan ingin tidur ada seorang rakyat yang mengajukan tuntutan. Sang tamu memaksa sang sultan untuk menandatangani sebuah surat. Karena capek, beliau meminta suratnya ditinggal dan nanti akan ditandatangani. Bukannya pergi malah suratnya langsung disodorkan di depan mata sang sultan yang sedang terbaring. Akhirnya beliau meluluskan keinginan sang tamu, juga agar bisa beristirahat. Sikap inilah yang membuat banyak orang setia terhadap beliau, khususnya para prajurit terbaik yang memiliki semangat jihad tinggi. Sehingga dengan dukungan mereka, dan para emir yang telah mendapatkan bayaran yang pantas itu pasukan pembebas Yerusalem menjadi sangat kuat.
Keempat, beliau itu sangat teguh memegang janjinya. Tidak pernah ada ceritanya pengkhianatan yang dilakukan Shalahuddin al-Ayyubi selama masa perang, bahkan terhadap lawan-lawannya yang non-muslim. Ketika beliau berjanji memberi jaminan keamanan pasca penaklukan kota, maka jaminan itu berlaku untuk siapa pun di dalam kota itu. Makanya tidak mengherankan setiap penaklukan tidak ada aksi penjarahan dan pembantaian terhadap penduduk oleh tentaranya. Kondisi inilah yang selalu menjadi ciri khas pembebasan yang dilakukan sang sultan.
Tak heran jika keberhasilan yang besar ini mengundang kecerdikaan Isaakios, Kaisar Byzantium yang menjadi sekutu Shalahuddin selama pembebasan Yerusalem untuk menghasutnya secara halus menjadi sultan yang memisahkan diri dari kekhilafahan Islam dan menganugerahkan mahkota di bawah koordinasi Byzantium. Apa jawaban Shalahuddin, dengan lembut beliau memilih agar masjid boleh berdiri di dalam tembok Konstantinopel dan nama Khalifah Abasyiyah disebut setiap doa di akhir khutbah Jumat.
Beliau telah berjanji untuk menjadi pembebas Yerusalem dan mengembalikannya ke tangan kaum muslimin, bukan untuk merebut tahta kekhalifahan Islam apalagi berkhianat dan menyempal dari bagian kekuasaan Islam. Padahal hal itu tidaklah sulit baginya yang telah menguasai daerah-daerah yang melingkari Yerusalem (termasuk Yerusalem sendiri), Mesir, pantai Utara dan Barat Afrika, Ethiopia, dan Yaman. Ini jauh lebih luas dan pasukannya lebih besar dari pada yang dimiliki oleh khalifah di Baghdad. Tapi sekali lagi, Shalahuddin tetaplah Shalahuddin, sang pembebas kota suci.
bersambung