Profil Pendidikan Ideal

Sejenak mari kita segarkan pemikiran kita tentang pendidikan yang ideal. Merujuk pada pemikiran Bapak Pendidikan Nasional kita, Ki Hajar Dewantara, filosofi pendidikan yang benar menempatkan kemerdekaan sebagai syarat dan juga tujuan membentuk kepribadian dan kemerdekaan batin bangsa Indonesia agar peserta didik selalu kokoh berdiri membela perjuangan bangsanya. Itulah pendidikan yang sesungguhnya. Maka merujuk pada pemikiran dan beberapa karya Munif Chatib, sekolah yang bisa mewujudkan itu hanya “sekolahnya manusia”, guru yang bisa menghasilkan generasi seperti itu hanya “gurunya manusia”.

Lebih jauh lagi, kita bisa menelusuri ruh pendidikan yang lebih dalam dari kisah manusia terbaik yang pernah hidup di empat belas abad silam. Muhammad SAW telah menjadi sosok guru yang diakui dunia, yang mampu memberikan pengaruhnya kepada manusia lintas bangsa, lintas generasi, dan lintas peradaban. Apa yang menarik dari kisah hidupnya, yaitu keteladanan. Semua sifat baik, semua karakter unggulan, semua dedikasinya telah tercakup dalam kata yang disebut dengan keteladanan. Memang keteladanan itu lebih berharga dari seribu nasihat. Maka tidak heran jika kisah hidupnya tak akan pernah hilang dan selalu terjaga hingga akhir zaman nanti. Tidak semua orang dapat menjadi penjaga kabar kisah hidupnya yang mulia. Maka sampai kapan pun kisah indahnya tidak akan pernah pudar, bahkan untuk dikenang para musuh-musuh yang mendengki dan ingin menjatuhkan namanya. Namanya akan tetap mulia, semulia akhlak dan kisah kehidupannya.

Berbicara tentang profil pendidikan yang ideal, maka ada satu kata kunci yang dapat dimunculkan, yaitu pendidikan yang berorientasi pada pembentukan budi pekerti. Sebagai bangsa timur yang memiliki budaya kesopanan yang tinggi, sudah sepantasnya budi pekerti menjadi payung terbesar pendidikan di Indonesia hari ini. Mengapa pendidikan hari ini menjadi mahal? Mengapa pendidikan hari ini semakin tidak jelas? Mengapa pendidikan hari ini terkesan menghamburkan anggaran? Mengapa pendidikan hari ini semakin paradoks, terutama yang terjadi pada para gurunya? Mungkin jawaban yang dapat diajukan adalah landasan budi pekerti itu telah hilang dari sanubari insan pendidikan Indonesia.

Masih tentang profil ideal pendidikan, maka sebaiknya kita kembali pada pemikiran Ki Hajar Dewantara di atas, bahwa pendidikan itu membentuk kepribadian dan kemerdekaan batin bangsa Indonesia agar peserta didik selalu kokoh berdiri membela perjuangan bangsanya. Kita simak kutipan beliau dalam suatu kesempatan,

“Sekiranya aku seorang Belanda, aku tidak akan menyelenggarakan pesta-pesta kemerdekaan dinegeri yang kita sendiri telah merampas kemerdekaannya. Sejajar dengan jalan pikiran itu, bukan saja tidak adil, tetapi juga tidak pantas untuk menyuruh si inlandaer memberikan sumbangan untuk dana perayaan itu. Pikiran untuk menyelenggaraan perayaan itu saja sudah menghina mereka, dan sekarang kita garuk pula kantongnya. Ayo teruskan penghinaan lahir dan batin itu! Kalau aku seorang Belanda. Apa yang menyinggung perasaanku dan kawan-kawan sebangsaku terutama ialah kenyataan bahwa bangsa inlander diharuskan ikut mengkongsi suatu pekerjaan yang ia sendiri tidak ada kepentingan sedikitpun” (http://hasbihtc.blogspot.com).

Ungkapan tersebut terlontar ketika Belanda akan merayakan kemerdekaannya di Indonesia pada masa-masa pergerakan nasional. Relevan dengan pernyataan tersebut, maka tidak seharusnya guru-guru hari ini merayakan sertifikasinya dengan bermewah-mewah membeli mobil dan belanja-belanja ketika masih banyak siswa yang di sekolah pinggiran sana terabaikan dan banyak masyarakat miskin tertinggal dari akses pendidikan. Seperti itukah sikap para pendidik yang baik hari ini? Anggaran pendidikan dinaikkan dan kesejahteraan guru ditingkatkan dengan harapan kinerja guru semakin profesional. Apa hasilnya? Semakin hari, semakin banyak guru yang beralih profesi menjadi pedagang, bahkan tidak tanggung-tanggung komoditasnya yaitu ilmu yang dia ajarkan. Jika ingin pendidikan kita menuju ke arah ideal, maka serangkaian masalah ini perlu diselesaikan dengan bijaksana dan penuh tanggung jawab.

….bersambung

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.