Pendidikan adalah kunci dari kemajuan bangsa. Di tangan para gurulah, nasib pendidikan suatu bangsa dipertaruhkan. Kaisar Hirohito tidak bertanya berapa banyak rakyat yang mati pascapemboman Hiroshima dan Nagasaki, tetapi berapa guru yang mati. Itulah sekedar gambaran betapa pentingnya arti pendidikan bagi bangsa Jepang. Bagaimana dengan Indonesia?

Hari ini banyak kisah-kisah yang menarik di negeri ini tentang pendidikan, baik menarik untuk ditangisi dan membuat emosi, atau pun menarik karena memang penuh inovasi. Ada sebuah SD yang kini mulai dibina oleh Komunitas Pintu, pimpinan Indrawan Yepe yang terancam ditutup oleh Dispora kota Surakarta karena sudah dinilai tidak layak memberikan layanan pendidikan. Pihak yayasannya pun juga sepertinya tidak berniat lagi untuk mengembangkannya. Belakangan juga diketahui bahwa ternyata guru-gurunya juga bermasalah dengan etika mereka sendiri dalam mendidik.

Beruntung beberapa waktu yang lalu pihak pembina yayasan kemudian menginstruksikan perombakan total pengurus yayasan, yang secara tidak sengaja membawa Indrawan Yepe terjun sebagai salah satu pimpinan yayasan tersebut. Sebagai pegiat komunitas pemuda yang telah banyak melahirkan para pemuda multitalent melalui Komunitas Pintu Indonesia-nya yang terbagi dalam berbagai komunitas khusus, beliau kemudian memanggil para murid-muridnya untuk berkiprah menyelamatkan sebuah sekolah yang sudah menduduki peringkat bawah dari 270-an sekolah se-Surakarta. Dan perjuangan itu telah dimulai meski masih diliputi konflik di atas yang belum kunjung selesai.

Sekedar cerita berdasarkan pengalaman di lapangan, SD tersebut hanya dihuni oleh 48 siswa secara keseluruhan. Mengenaskan bukan? Berdasarkan informasi dari rekan yang didaulat Pak Indrawan sebagai pengajar tetap seperti guru yang lain, ternyata banyak kejadian yang mengerikan selama pembelajaran. Ada sebuah kasus ketika ada siswa yang tidak mengerjakan PR maka mereka harus membayar denda dengan uang saku mereka dan jalan jongkok. Di kasus yang lain, ada siswa yang tidak ingin belajar di kelas karena dikatakan oleh salah seorang guru sebagai “setan”. Dan masih banyak kasus mengenaskan yang berhasil diperoleh dari investigasi di lapangan, baik oleh observasi tim kami atau pengakuan para siswa di sela-sela istirahat siang.

Kisah di atas membuat kami sangat prihatin. Seperti inikah pendidikan yang harus diterima oleh generasi bangsa hari ini? Terlebih ini adalah di tingkat pendidikan sekolah dasar, peletak landasan pendidikan Indonesia. Bahkan hal ini diperparah lagi dengan kurangnya tenaga pengajar di sekolah dasar. Dalam sebuah wawancara, Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sulistiyo mengatakan bahwasebanyak 94% daerah di Indonesia termasuk DKI Jakarta mengalami kekurangan guru SD (www.lampungpos.com).

…..bersambung

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.