Seloroh Pak Darwis
Malam ini kami agendakan untuk bersilaturahim kepada salah seorang guru di sekolah yang kabarnya menawarkan tempat tinggal buat kami. Seorang guru muda berdarah Bugis yang akan pergi untuk beberapa waktu ini sehingga rumahnya sepi dan hanya ditinggali keponakannya. Istrinya telah lebih dahulu ke kampung halamannya bersama anak-anak perempuannya.
Kami berkunjung ke rumah panggung yang tinggi itu. Kebetulan Mustopa adalah orang Palembang berdarah bugis sehingga dari dirinyalah hubungan akrab dengan Pak Darwis bermula. Sebagai Javanese aku lebih banyak menyimak pembicaraan mereka. Terutama keluhan mereka tentang sulitnya berbahasa Indonesia dengan lancar. Kata pak Darwis, wajar dong karena dalam aksara bugis, tidak ada huruf mati, jadi sulit sekali melafalkan kata-kata berbahasa melayu yang penuh dengan huruf mati.
Malam ini adalah pertandingan Indonesia vs Laos dalam kualifikasi piala Asia U-19. Jadilah pertemuan kami menjadi seru karena sepertinya satu tayangan inilah yang membuat orang-orang kita bersatu. Sesekali kami melihat Indonesian Lawyer Club yang mengetengahkan lelucon terbaru tentang tertangkapnya ketua hakim MK. Kami semua hanya tertawa, entah tertawa kecut atau memang sebenarnya kami sudah mulai gila. Biarlah segala kekacauan itu dihapus dengan kemenangan tim garuda muda malam ini.
Dan tanpa sadar, waktu telah menunjukkan tengah malam. Saatnya kami pulang. Terima kasih Pak Darwis atas tawarannya, coba kami pertimbangkan, khususnya ongkos tinggalnya dengan menjadi perawat ayam-ayam Bapak.
bersambung …