Tidak ada yang lebih menenteramkan kecuali ketika melihat kembali tanah kelahiran bercahaya. Jika saat fathul Makkah pun para sahabat Muhajirin bersyukur dan bertakbir dapat kembali ke Makkah, tanah kelahiran mereka, apakah kita tak rindu untuk membawa cahaya bagi tanah kelahiran kita? -Ardika-

Ada yang kenal dengan istilah “punthuk”? Ha ha ha. Orang jawa saja belum tentu sekarang tahu. (secara wong Jawa wis lekas ilang Jawane). Punthuk adalah sebutan untuk daerah yang relative lebih tinggi dari yang lain dalam bentuk gundukan bukit kecil. Maka tulisan ini dimulai dengan judul Punthuk Tapan, artinya sebuah gundukan bukit kecil yang terletak di daerah Tapansari, Desa Watusigar, Kecamatan Ngawen, Kabupaten Gunungkidul.

Katanya Angker

Aku jadi teringat waktu masih SD dulu. Kebetulan waktu itu aku sangat penakut, tetapi sangat suka dengerin cerita horror. Ga jelas tenan kan. Tetapi itulah adanya. Maka ketika membahas Punthuk Tapan, asosiasi yang ada di masa lalu adalah daerah di kawasan tengah alas (belantara) yang banyak jin dan hantunya. Tidak salah sih, karena memang itu banyak dikunjungi orang yang mau tirakat dan mencari wangsit. Klenik dan menyesatkan.

Konon katanya di sana ada gambar-gambar wayang yang tidak diketahui siapa pembuatnya. (Yang pasti orang, masak hewan) Aku ga melihat itu, tetapi kondisi ini membuat daerah itu relatif terjaga dengan baik sehingga sebenarnya itu adalah tempat yang tepat untuk kontemplasi dan muhasabah. Tapi bukan untuk mencari-cari sesuatu yang dekat dengan kesyirikan.

Tempat Pacaran

Kenapa aku cerita tentang tempat ini. Ceritanya tanggal 8 kemarin aku mengajak skuad TPA-q dan 2 sahabat kecilku (sebutan untuk trio GJ keilmiahan), E(r)ny dan Krisna, juga mbak Indah, inspiratorku dalam pengabdian masyarakat, serta adik masa depanku di SIM, Rais. Nah, atas saran salah satu adikku akhirnya kami mengunjungi Punthuk Tapan. Agak jauh memang tapi menyenangkan kok. Dan akhirnya aku bisa melihat fenomena yang lain di sana.

Ketika sudah sampai puncak, temen2 yang akhwat pada beristirahat menikmati suasana desa yang cukup asri meski menjelang kemarau. Sedangkan aku dan beberapa teman laki-laki ingin membuktikan batu-batu yang bergambar wayang-wayang tadi. Eh, ternyata lempeng batu-batu yang banyak itu, justru lebih banyak berisi tulisan-tulisan aneh bin ga jelas. Masak disana tertulis “si putra love si putri”, kira-kira begitu lah. Dan jumlahnya banyak sekali. Hipotesisku, tempat ini berarti sekarang justru marak juga sebagai tempat pacaran, bahkan mungkin yang lebih dahsyat dari itu. Naudzubillah min dzalik.

Zona Penempaan Cinta

Lain halnya dengan pacaran tadi. Aku ingin mengatakan bahwa aku sekarang akan sering mengajak adik-adik TPA yang masih kecil ke tempat-tempat spesial seperti ini yang ada di daerahku sendiri. Mengapa? Aku ingin mengajak mereka menemukan cintanya untuk tanah kelahiran. Tingginya angka urbanisasi di daerahku cukup membuatku merasa ngeri dan begitu gelisah. Bagaimana tidak, pemuda2 usia produktif harusnya masih bisa berkembang harus stagnan karena tekanan budaya dan ekonomi sehingga mereka harus berjuang ke kota untuk mencari uang dan “membalas budi” atau lebih tepatnya membayar ganti rugi atas biaya hidup yang telah diberikan orang tuanya sebelum itu.

Mengapa aku katakan ganti rugi, karena tidak sedikit orang tua yang berkata, “Le, sinau lan gek ndang lulus, trus nyang kutho, kirimono Bapakmu saben sasi, ben iso dolan” (Nak, belajar dan segera lulus ya, segera ke kota, dan kirimi Bapak uang setiap bulan, biar bisa jalan-jalan). Tidak salah memang dan memang seharusnya demikian, tetapi jika budaya ini bersifat transaksional, maka sesungguhnya ada kebijakan kolektif yang melarang generasi muda untuk maju dan menciptakan perubahan. Maka aku hanya berusaha dengan langkah kecil ini. Menawarkan cinta, selanjutnya terserah mereka mewujudkannya. Dan selain WaGe (Watu Gendong), tempat ini pun bisa menjadi tempat penempaan cinta, cinta yang baik dan untuk kebaikan.

Sepertinya aku akan mengajak adik-adik yang besar untuk Camping di sana suatu saat. Semoga benar-benar terwujud.

4 Comments

  1. Valentino

    Ayooooo semangat roooww…………..
    Buat masyarakat sekitar punthuk tapan >>>>>
    Pak Lurah Pardi……………….Pak Camat, Pak Bupati Gunung Kidul
    Kalian semua ditunggu actionnya untuk membuktikan Program itu>>>
    Supaya cepat – cepat terbukti>>>>>>>>>>>>>>>>

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.