Usai memandu mereka aku lanjutkan diskusi dengan para asatidznya. Terutama kepada ustadz Budi yang menjadi pengasuh di Griya Quran Karanganyar. Aku belajar dari visi beliau tentang Griya Quran. Sebenarnya pondok ini adalah produk nyata lingkaran inspiratif ustadz Budi dan rekan-rekannya, termasuk di dalamnya Pak Indrawan Yepe sendiri bersama murabbi mereka. Tidak tanggung-tanggung, sebuah lingkaran inspiratif itu telah menginisiasi tumbuhnya 6 ponpes penghafal al-Quran. Visi besar beliau adalah menjawab tantangan ke depan untuk perbaikan moral bangsa di saat semua hanya sibuk untuk memikirkan politik dan intrik culas, maka mereka dipersiapkan untuk kepemimpinan yang sesungguhnya di masa nanti, baik dalam arti kepemimpinan formal atau pun dalam ketokohan yang akan memperbaiki bangsa ke depan.
Para penghafal Quran itu bukanlah golongan orang-orang konservatif seperti yang dipersepsikan hari ini. Mereka dipersiapkan sebagai orang-orang yang bisa menjaga apa yang diamanahkan buat mereka. Jika mereka saja mampu menjaga kalam Allah dalam hati dan ingatan mereka, maka tentu mereka juga sanggup menjaga amanah-amanah lainnya. Tidak seperti hari ini di mana banyak pemimpin yang muslim tapi tak mengerti agamanya dengan baik, yang berlabel cendikia muslim juga pemikirannya liar dan liberal. Maka tak usah heran kalo rakyat juga tidak simpati dan bahkan sering disakiti. Maka aku lebih sepakat kepada orang-orang yang solutif seperti ini. Sudahlah berhentilah mengumpat kegelapan, mari nyalakan lilin saja sesuai kemampuan kita.
Bagaimana dengan adik-adik AITAM. Mereka juga memberi warna dan nuansa baru dalam outbond kali ini. Kehadiran mereka adalah ujian kesabaran. Mereka adalah potret anak-anak yang optimis di tengah kehilangan yang melanda mereka. Ada yang telah kehilangan ayahnya, ada yang kehilangan ibunya, bahkan keduanya. Aku sempat bertanya ke salah satu adik imut, asalnya dari mana, dijawab tidak tahu. Oh, menjadi pengasuh mereka adalah kemuliaan. Karena Allah sendiri telah memuliakan keberadaan mereka sebagai unlimited asset ketika orang-orang mau mengambil bagian itu. Sebaliknya, menzaliminya adalah kerugian yang lebih berbahaya dari pada melukai orang yang sesamanya. Karena doa anak-anak yatim adalah doa yang ijabah ketika mereka memanjatkan permohonan itu.
Singkat cerita, perjalanan dua hari ini memberiku kebahagiaan tersendiri yang belum kudapatkan sebelumnya ketika bersama Quantum Confidence. Biasanya aku disuruh jadi pembicara atau mengisi di acara tertentu terkadang dapat parcel bahkan terdapat berbagai fasilitas dan uang saku. Tapi menjadi bagian dari tim Quantum Confidence, maka aku tidak tertarik untuk berbicara itu semua. Di sini aku dapatkan permata yang lebih berharga dari sekedar itu. Makna mendalam dan bahkan ilmu-ilmu baru karena dipertemukan dengan orang-orang pilihan.
Bertemu dengan adik-adik penghafal Quran dan adik-adik yatim piatu tentu adalah hal yang lebih berharga dari sekedar uang. Doa-doa mereka lebih berharga dari pada ucapan terima kasih. Dan lagi-lagi aku harus mengulangi rasa syukurku di tanah yang hijau itu. Bukit indah kedua setelah Gununggambar yang menjadi sejarah hidupku ketika kecil. Kini Segorogunung menjadi desa keduaku. Terima kasih ya Allah