Alhamdulillah akhir pekan ini aku bisa memenuhi panggilan gurunda Indrawan Yepe untuk jadi trainer lagi di Quantum Confidence. Kali ini pesertanya adalah adik-adik yang special, lebih tepatnya orang-orang yang Allah muliakan dengan keberadaannya. Pertama para penghafal Quran dari ponpes Griya Quran (mulai dari GQ 1- 6). Kedua adalah adik-adik yatim piatu dari AITAM. Bagaimana pun kali ini aku sudah bersiap bukan sebagai trainer, tapi penuntut ilmu untuk mengencangkan ikat kepala melihat keajaiban mereka sekaligus meminta mereka mendoakanku nanti. The best moment!
Musim kemarau telah tiba. Bumi Segorogunung yang hijau pun semakin dingin, terlebih ketika malam hari tiba. Aku adalah orang pertama yang sampai di rumah pak Sumadi, yang kini menjadi Sumadi Dongkeran Corner. Sosok bapak yang sudah bukan orang lain lagi bagi kami ketika stress dan ingin menyepi di kaki tertinggi Gunung Lawu itu. Sabtu pagi aku mandi dan menikmati sengatan listrik luar biasa akibat interaksi air yang kelewat dingin dengan badanku yang masih menghangat. Ini awalan agar aku segera beradaptasi dengan alam yang baru. Aku sering ke Segorogunung, tapi ketika musim penghujan. Dan ini kali keduaku ke tempat itu di musim kemarau, dan akan menginap untuk kali pertamanya.
Seperti biasa rundown kegiatan masih sama hanya dengan variasi permainan yang berbeda. Ada tantangan terbaru kali karena dua pondok bergabung yang latar belakang santrinya berbeda. Para santri dari Griya Quran adalah anak-anak usia SMP dan SMA. Sedangkan adik-adik AITAM paling tinggi tingkat SMP, selebihnya adalah anak-anak yang menggemaskan dalam keceriaan meskipun mereka telah ditinggal oleh orang-orang yang menyayangi mereka. Apalagi dua trainer inti dari kami sedang tidak dapat datang karena kesibukan mereka. Namun yakin outbond kali ini tetap sukses.
Hal yang berkesan adalah saat aku memandu diskusi cita-cita bersama adik-adik Griya Quran yang sudah di jenjang SMA. Ternyata mereka adalah para jawara di sekolah mereka. Jadi ceritanya Griya Quran adalah pondokan atau asrama mereka. Adapun untuk pendidikan formal di setiap harinya mereka ke sekolah-sekolah favorit yang berada di kota tempat pondok pesantren itu berada. Demikianlah Allah melebihkan orang-orang yang telah memuliakan kitab sucinya itu. Ada yang kalem ada yang GJ juga seperti aku, tapi bedanya jelas, mereka sudah hafal beberapa juz, sedangkan aku masih bertahan di juz 30 plus jus-jus yang lain (tomat, apel, wortel, alpukat, dlll he he he he peace).
Ketika membuka diskusi dan membahas cita-cita mereka, aku hanya bisa berucap maasyaaAllah dalam ketakjuban. Yang ditanamkan oleh para pengasuh di Ponpes Griya Quran sederhana, silahkan menjadi apa pun asalkan hafidz Quran. Menjadi dokter, tapi hafal Quran, menjadi insinyur tapi hafal Quran, menjadi presiden tapi hafal Quran, menjadi tentara tapi hafal Quran, menjadi pemain sepak bola tapi hafal Quran. Tak kurang dari separuh peserta bercita-cita untuk melanjutkan ke Madinah University atau King Saud University, selebihnya akan menjadi ahli-ahli di bidang ekonomi, kedokteran, bahkan ada yang ingin menjadi pemain sepak bola. Ya kelihatan sekali salah satu hobi mereka, termasuk para asatidznya menjadikan sepak bola sebagai olah raga favorit di waktu bermain mereka.
bersambung …