Alhamdulillah, buku Beyond the Inspiration telah selesai kubaca. Ada spirit keren yang kuperoleh dari buku setebal hampir 250-an halaman ini. Sebuah inspirasi menggugah bagi setiap muslim, khususnya pemuda muslim dalam berjuang agar mereka tidak bias dalam menjaga Islam bagi dirinya dan memancarkan cahaya agama ini bagi sekitarnya.
Berawal dari inspirasi tentang pilihan hidup, yah menjadi muslim yang baik atau muslim yang penuh maksiat itu pilihan hidup, karena itu hakikatnya adalah pilihan kita apakah kita menginginkan syurga atau neraka. Karena Allah akan memberikan penilaian atas perbuatan yang bisa kita pilih bukan. Allah memberi kita kehidupan, maka itu adalah karunia yang indah. Tetapi bagaimana kita mengisi hidup ini, maka itulah yang akan dipertanggungjawabkan, apakah kita akan bertakwa atau bermaksiat.
Dan landasan ini akan mengantar kita pada berbagai pilihan hidup ke depan, termasuk menjadikan Islam ini sebagai way of life. Sejarah telah mencatat ketika Islam mewarnai bumi ini, maka kedamaian itu adalah hal yang selalu terkenang di benak penduduk yang berada di atas naungan khilafah Islam ini, baik mereka yang muslim maupun non-muslim. Hal yang sangat kontradiktif dengan hari ini karena pemberitaan media yang buruk dan stigma-stigma buruk aparat pemerintah yang memicu sekelompok orang yang mungkin memiliki pemikiran radikal untuk berbuat nekat, karena mereka semakin disudutkan, bukan diperhatikan.
Sejarah memberi bukti bagaimana penaklukan Konstantinopel menjadi hal awalnya ditakuti penduduknya karena kekhawatiran mereka akan pembantaian dan berita yang tidak benar tentang perilaku tentara muslim. Penaklukan Konstantinopel adalah penaklukan agung yang telah dijanjikan kemenangannya oleh Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam. Maka tak mengherankan ketika kota itu ditaklukkan oleh seorang Sultan yang masih berusia 21 tahun, Sultan Muhammad II bin Murad II yang kemudian digelari al-Fatih karena penaklukan ini, memerintahkan kepada pasukannya untuk tidak melukai sedikitpun para pendeta dan rakyat yang tidak turut berperang bersama Kaisar Constantine XI. Bahkan penghormatan Sultan pun segera direalisasikan dengan mengangkat salah satu pendeta menjadi paderi (pemimpin umat) di kota itu. Kota ini pun kembali berjaya dengan nama Islamboule (Istambul) dengan diliputi kedamaian dan suasana toleransi. Demikianlah ketika khilafah Islam itu tegak dalam kebenaran, maka ia mampu memberikan warna sejarah yang selalu diakui kebaikannya sepanjang zaman.
Hari ini umat Islam diuji dengan kepribadiannya, diuji dengan opini yang telah tersebar di seluruh penjuru dunia. Sebagian mereka mulai bergeser dari akidahnya, dan sebagiannya yang lebih kecil kini tetap berjuang untuk menunaikan janji Rasulullah bahwa kejayaan itu akan terulang sekali lagi sebelum hari akhir nanti. Yah, memang terkadang permusuhan akan tetap terjadi karena kebencian yang tidak berdasar dan kedengkian yang memang itu seringkali menjangkiti hati-hati manusia.
Maka solusinya, mari kembali menjadi muslim yang kaffah dan mencoba merealiasikan kehidupan yang Islami. Membangun nuansa ke-Islam-an yang diliputi kedamaian. Hal yang harus dicatat baik-baik, khususnya bagi para pembaca tulisan ini yang nonmuslim atau yang belum banyak mendalami sejarah Islam, Islam bukan agama yang identik dengan perang. Karena peperangan Islam sebenarnya terjadi karena saat itu khilafah Islam berhadapan dengan imperium kekuasaan yang lain yang mau tidak mau harus dihadapi dengan perang. Tapi apakah penyebaran Islam di Indonesia ini dengan perang? Tidak kan, karena perang itu hanya salah satu sarana. Karena Islam itu mengajarkan kedamaian, bukan terorisme seperti yang distigmakan oleh berbagai media seperti hari yang sering kali juga dipaksakan dengan bukti orang berjenggot dan bergamis.
Tanyalah kepada ulama kaum muslimin, apakah Islam agama pembunuhan dan perang, pasti tidak. Tidak ada satupun mereka yang membenarkan. Jika hari ini para pejuang Palestina terus berjuang melawan Israel, itu juga bukan karena Islam mengajarkan perang kepada mereka. Islam mengajarkan kewajiban membela tanah air. Dan siapa pun yang membaca sejarah dengan benar, maka bangsa Palestina-lah yang paling berhak atas tanah air itu, bukan Israel yang merupakan bangsa terusir. Rakyat Palestina hanya ingin keadilan, dan sebagai saudara sesama muslim maka dukungan dari seluruh penjuru dunia pasti bergaung karena inilah komitmen ukhuwah di antara kaum muslimin.
Buku Beyond the Inspiration mengingatkan kita pentingnya persatuan umat. Termasuk di Indonesia hari ini, fanatisme aliran yang tidak diikuti dengan semangat belajar dan kembali kepada Quran dan Sunnah menjadi tantangan yang harus diselesaikan ke depan oleh para generasi Islam. Di sini bukan masalah siapa yang kalah, tetapi siapa pun yang merasa keliru marilah kita dengan lapang dada meluruskannya dan buang berbagai kepentingan yang berbau kekuasaan dan kedudukan. Jika penyakit gila kekuasaan ini bukan yang mendominasi, insya Allah Indonesia ini akan dapat dipimpin oleh orang yang tepat, yang benar-benar mengabdi masyarakat.
Maka tanggungjawab kaum cendikia hari ini adalah mengedukasi masyarakat tentang Islam yang kaffah, bukan memprovokasi atau membuat basis-basis ormas melulu. Dan tanggung jawab sebagian yang lain adalah mempersiapkan kepemimpinan yang baik agar budaya korup dan malas hilang dari kalangan elit. Yang bawah belajar dan berbenah, yang atas bekerja lebih keras. Indonesia yang makmur pasti terwujud. Sehingga ketika janji Rasulullah terwujud, negeri ini pun menjadi salah satu negeri yang berada di atas naungan kedamaian itu.