Ceritanya hari ini berdiskusi dengan para siswa yang lagi persiapan lomba matematika. Seperti biasa ada si Aish yang memang dipersiapkan sebagai penerus Erik untuk maju lomba di tahun ini. Dengan didampingi Erik, Aish hari ini ku ajak berputar-putar ria dengan serangkaian persoalan matematika yang “menyenangkan“. Yah, bagaiamana pun harus dikatakan begitu dari pada bilang matematika itu sulit dan menyusahkan.

Sebagai siswa kelas VII maka mengakselerasi dia untuk segera mengerti materi kelas VIII dan IX, bahkan yang lebih tinggi dari itu bukanlah pekerjaan yang mudah. Apalagi bimbingan olimpiade, itu lebih menyusahkan lagi. Karena kunci yang harus dipegang guru-guru seperti ini bukan semata-mata kemampuan materi, tetapi kemampuan membangkitkan motivasi dalam diri mereka. Jika mereka tidak memiliki motivasi yang cukup maka proyek pembinaan seperti ini akan menemui jalan buntu ketika kesimpulan mereka berhenti pada “matematika tak seindah anganku“.

Di sela-sela belajar, seringkali kubuka diskusi. Si Aish cenderung diam, karena memang anaknya pendiam, meski rajin. Sedangkan si Erik cukup aktif dan bahkan sering mengajak debat. Dan debatnya hari ini adalah tentang logika-logika. Sampailah dia pada pertanyaan adakah pelajaran dalam hidup ini yang tidak ada matematikanya. Sejenak aku berpikir dan mencoba menjawab dengan jawaban yang paradoks, “mustahil hidup ini tanpa matematika“. Dia terheran dan terus mengejarku. Dan aku jawab, yah semua orang yang bekerja pasti harus ngerti matematika, kalau tidak dia bisa ditipu terus setiap kali gajian. Bahkan orang yang belajar menghafal al-Quran, kalau dia tidak bisa menghitung bagaimana dia mengecek kelengkapan hafalannya. Jangan-jangan surat yang terdiri dari 19 ayat sering hilang ayatnya waktu dibaca sendirian. Bahkan di ranah yang lain, yang namanya hitung-hitungan baik dalam secara empirik maupun secara logika pasti akan selalu terpakai.

Jadi kesimpulannya, yang tidak suka matematika tetaplah belajar karena ia bermanfaat kok. Yang sudah bisa matematika, pahamilah secara mendalam, bukan hanya sekedar bisa dan menggunakan berbagai kerumitannya sebagai unjuk kebolehan. Matematika itu ilmu alat, bukan ilmu spesifik. Jadi mari kita mulai untuk suka matematika, betapa pun sulitnya itu.

2 Comments

    1. ardika

      Ha ha, kok buka kartu mbak. Wah quatrik dong namanya. Kalo aku sih justru seneng mbak matematika, soalnya ga terlalu banyak ribet kalau belajar. he he he

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.