Rumah bengawan tetap menginspirasi. Deru optimisme yang selalu tumbuh saat melihat saudara-saudara yang mengalami disabilitas karena Allah sedikit memberi cobaan mereka dengan ketidaksempurnaan fisik mereka di mata manusia. Mereka tetap tersenyum dan tetap bersemangat menjalani hidup mengalahkan semangat kita. Mereka bahkan mampu bertahan hidup dengan bekerja sendiri tanpa meminta-minta belas kasih orang lain.
Adalah sang pembuat kaligrafi. Beliau tidak memiliki tangan sempurna seperti halnya kita yang mudah sekali menggerakkan lentik jemari namun terkadang sombong dan terkadang menjadi pemalas. Jelas menjadi sesuatu yang menarik perhatianku untuk melihat bagaimana beliau membuat kaligrafi hari ini. Dengan pasir dan lem, tangannya yang mungil dan seolah tak bertulang memainkan sendok untuk membuat pasir merekat sesuai dengan blat pensil yang telah dia buat sebelumnya. Aku membayangkan untuk memegang sendok saja sulitnya seperti itu, apalagi ketika menuliskan tadi. #Plakkkkk! Malu, sumpah, malu jika hari ini aku masih dodol dan ga produktif sama sekali.
Beliau melayani pesanan aneka kaligrafi hias khususnya nama anak yang sering dipesan orang tua yang baru saja kehadiran buah hatinya yang baru. Dan inilah ternyata yang menghidupi beliau ketika menjalani kehidupan sebagai seorang difabel. Aku salut, sekaligus malu pada diri sendiri yang hingga hari ini masih berusaha mandiri agar bisa mewujudkan berbagai obsesi kemandirian hidup ke depan.
Aku semakin yakin bagaimana Allah benar-benar menjalin kehidupan hamba-Nya. Jika orang-orang seperti beliau saja dapat hidup dengan baik sampai hari ini, apalagi yang normal-normal sepertku ini. Ah, sangat rugi sekali ketika kesempurnaan fisik ini tidak menghadirkan berbagai kemanfaatan kepada orang lain, bahkan untuk sekedar berbagi inspirasi agar membangkitkan semangat kebersamaan kita.
Sang pembuat kaligrafi itu membuatku malu pada diriku sendiri. Dan lebih malu lagi kepada yang memberiku kesempurnaan fisik hari ini. Malu ……!