Siang ini aku kembali menghadap pembimbing untuk konsultasi makalah seminar fisika yang kutinggalkan sejak sebelum berangkat ke Jerman akhir tahun kemarin. Setelah aku sempat pusing memikirkan satu tugas akhir yang tak kunjung selesai ini akhirnya kupaksa untuk kuselesaikan sesuai dengan kemampuanku. Sebenarnya aku khawatir apa yang jadi PR dari pembimbingku kemarin akan ditanyakan lagi. Karena memang aku sampai sekarang kesulitan untuk menyelesaikan PR itu, yang perlahan kusadari itu sebenarnya bukan hal yang seharusnya menyibukkanku.
Benarlah, siang ini akhirnya aku menghadap pembimbing yang sekaligus kepala prodiku dan beliau menanyakan apa yang kutakutkan. Aku jawab belum bisa dan belum selesai. Beliau akhirnya juga berkata, berarti juga belum layak diujikan mas. Gubrak, nulis lagi dan belajar lagi yang kayak ginian. Bahkan beliau sampai menulis bahwa tiap Senin siang, jam 13.00 beliau membuat jadwal khusus ketemuan denganku. Beliau menawarkan bimbingan jika memang aku kesulitan. Oh, selama ini aku terlalu sibuk main ke sana ke mari dengan urusan organisasi. Sekarang beliau benar-benar akan membuatku segera menyelesaikan tugas akhir.
Aku kini sadar, bahwa tidak serta merta mengerjakan TA itu mudah. Apalagi jika ini berkaitan dengan urusan kompetensi. Apalagi jika sudah terlanjur mengambil judul yang bertahun-tahun lalu telah kuajukan. Aku paham konsepnya, cara kerjanya, tetapi pengetahuan teknis matematisnya adalah hal yang mutlak untuk kukuasai. Kata beliau, kita ini ilmuwan, bukan wartawan. Plak! Setelah lulus jadi sarjana pendidikan fisika nanti, sepertinya aku tidak akan mengambil jurusan fisika lagi, bukan karena tidak suka, tapi karierku selama 4 tahun di kampus lebih menonjol di bidang Manajemen SDM organisasi dan IT. Kalau mau dibilang salah jurusan, ya mungkin begitu.
Akhirnya aku harus kembali mengumpulkan semangat untuk belajar lagi demi hasil yang terbaik. Ayah sudah sering menanyakan, orang-orang desa juga sudah menanyakan. Tapi aku sendiri sejujurnya merasa juga tidak lebih baik kalau segera lulus. Apalagi aku bukan tipikal orang yang kalau lulus segera mencari kerja tetap. Apalagi kerjanya yang sifatnya komando dan banyak diatur-atur.
Menjadi PNS pun masih kupertimbangkan, kecuali besok diterima jadi dosen. Karena kalau jadi PNS harus qonaah dengan penghasilan yang diberikan negara, SK PNS itu menunjukkan kontrak antara kita dengan negara. Jika memang dijadwal 8 jam kerja sehari, seharusnya facebookan, twitteran, SMS-an kita hendaknya kan memang memenuhi tugas negara. Itulah mengapa jadi PNS itu gampang-gampang susah. Gampang bagi yang menggampangkan, karena membolos pun juga masih dapat gaji buta asal sama-sama mengerti. Susah bagi yang sadar bahwa ini adalah tugas negara yang dibiayai oleh keuangan negara. Maka tak heran ketika salah satu senior pengusaha bercerita bahwa dua temannya yang terlanjur jadi PNS mengaku menyesal, bukan karena kurang uang, tetapi mereka ingin mengaktualisasikan diri pada hal-hal di luar tugasnya, sayangnya mereka tidak bisa keluar dari waktu yang dialokasikan. Bukan karena tidak bisa membolos, tetapi mereka memang komitmen dengan tugas mereka. Maka kalau ada PNS yang kayanya tidak wajar, sudah pasti kalau bukan karena korupsi ya berarti mencari penghasilan halal lain dengan mengorbankan waktu kerja yang dibebankan oleh negara. Pilih mana? Hemm, bingung.
Kesimpulannya, aku masih ingin bebas dan menikmati hidup di mana pun yang aku sukai. Tapi aku harus bertanggung jawab untuk menyelesaikan apa yang telah terlanjur kumulai. Dan aku masih ingat dengan pesan salah satu sahabatku, ketika suatu ketika aku pernah ingin berhenti dari jabatan ketua SIM, bahwa itu tidak akan pernah menyelesaikan masalah, yang ada akan menjadikanku masuk dalam daftar pecundang.
Bisa ga ya jadi pns sekaligus jadi dosen?. Jadi dosen bisa mengajar sore atau malam ;).
Bisa mbak, jadi dosen tamu. wkwkwk
Kalo sudah berniat jadi PNS, berarti siap berbakti untuk negeri dengan cara yang diinginkan negara, ga boleh menyalahgunakan amanah.