Bagaimana dengan berita-berita politiknya? Yang ini jelas lebih yahut lah. Porsi pemberitaan yang lebih dominan pembunuhan karakter adalah warna dari berita-berita hari ini. Hampir tidak dapat ditemukan berita eksposisi yang sistematikanya edukatif. Kebanyakan berita hanya sebuah deskripsi dan opini. Jika deskripsi bentuknya juga kadang tidak karuan, tidak lengkap. Jika itu opini jelas teori Bad News is Good News dimainkan, karena kran uangnya memang disitu. Jangan harap rakyat bertambah cerdas dan kritis, tapi tambah bodoh dan emosional, dan ujung-ujungnya apatis. Karena media adalah ladang kapitalisme baru, bukan media informasi publik.
Satu kasus saja lah contoh pembodohan media tentang ribut-ribut BBM yang diangkat. Partai Keadilan Sejahtera yang memang menjadi partai anggota koalisi kini sepertinya menjadi salah satu ikon pemberitaan media karena penolakannya terhadap kenaikan BBM (dalam berita media loh). Namun di sisi lain, ketiga menteri di cabinet SBY yang dahulu secara struktural adalah petinggi-petinggi PKS justru mendukung rencana pemerintah untuk menaikkan harga BBM. Di samping itu, sebenarnya kenaikan BBM adalah domain pemerintah yang tidak perlu persetujuan DPR. Yang dibahas DPR adalah masalah perubahan APBN termasuk kompensasi jika BBM dinaikkan. Nah polemik di parlemen kan sebenarnya berkutat di masalah itu, bukan masalah BBM naik atau tidaknya.
Dan disinilah media terang-terangan mengajarka kebodohan pada rakyat yang setia menjadi pembaca atau penontonnya. Negara kita yang menganut kabinet Presidensial yang berdasarkan ilmu Kewarganegaraan yang kuterima waktu sekolah dulu adalah kabinet yang menempatkan presiden sebagai mandataris MPR, berhak untuk mengangkat menteri-menteri untuk membantu tugasnya. Aturan yang sederhana ini jelas menunjukkan bahwa di kabinet SBY, masalah porsi menteri dari partai tertentu bukanlah hal yang penting untuk dibahas dan dikaitkan dengan masalah hiruk pikuk parlemen. Karena para menteri itu adalah orang-orang yang memegang jabatan publik, meskipun pada kenyataannya banyak menteri yang memang masih egois dengan menjabat ganda terhadap partai atau organisasinya, bahkan termasuk SBY sendiri.
bersambung …..