Tentang BBM yang katanya naik, dilematis juga. Mau dinaikkan katanya rakyat butuh BBM, karena memang transportasi publik tidak tersedia memadai (pasal 33 ayat 2 belum terealisasi). Tapi ketika BBM tidak naik, beban utang Indonesia semakin menumpuk mengingat harga minyak dunia semakin naik. Diganti Bantuan Langsung Tunai atau apalah namanya, wah lebih bahaya lagi karena rakyat Indonesia yang memang terlalu santai ini akan semakin malas dan ngathung. Dalam tebakan acak, yang ngathung-ngathungkan tangan itu sebenarnya bukan mereka-mereka yang benar-benar miskin, karena kalangan yang benar-benar miskin biasanya juga sudah terisolir dan mereka cenderung memilih diam dari ketidakadilan itu. Kalo mengambil istilah catatan Pak Erie Sudewo, pendiri Dompet Dhuafa, kemiskinan di Indonesia ini sistemik, sehingga lebih tepatnya adalah pemiskinan terjadi di mana-mana, yang menumbuhkan mental-mental miskin dan malas.

Karena BBM adalah sumber energi, maka solusinya memang harus ada energi alternatif. Jika tidak mampu menggantinya dengan sumber energi yang lain, ya harus membentuk pola hidup baru di kalangan rakyat. Sementara pemerintah meregulasi ulang kebijakan energi nasional, rakyat juga perlu belajar mandiri dengan menggunakan BBM secara efisien. Kebiasaan jalan kaki atau bersepeda dan naik angkutan umum (meskipun berdesakan) tidak ada salahnya dikampanyekan kembali.

BBM dalam negeri harus menjadi mahal karena salah kebijakan pemerintah dalam pemenuhan devisa mengharuskan kita mengekspor minyak bumi sekaligus mengimpor kembali. Aneh memang, tapi aku tak mau berkomentar, biarlah rekan-rekan yang kini bekerja di sektor pertambangan dan energi bisa berjuang menyelesaikan polemik yang aneh ini. Mereka lebih tahu masalahnya dan lebih ahli dalam menanganinya. Ikut berdoa saja dan terus mengedukasi siswa di sekolah yang kuajar kini agar mereka memiliki kesadaran energi nasional sejak dini.

Jadi haruskah BBM naik? Untuk saat ini aku lebih setuju BBM naik. Naik saja, mau 50ribu per liter juga tidak masalah. Yang jelas, bukan untuk dikonversi dengan uang gratis bagi rakyat “miskin“.

Berikutnya adalah tentang subsidi. Aku pernah menuliskan hasil diskusi dengan teman-teman Bakti Nusa tentang istilah subsidi, klik di sini!. Istilah subsidi saat ini seperti menjadi senjata pemerintah untuk meninabobokkan rakyat. Karena istilah subsidi memberi kesan bahwa pemerintah telah berbuat baik kepada rakyat dengan memberikan potongan biaya pada harga komoditas kebutuhan mereka sehingga mereka dapat membeli lebih murah.

Cukup, istilah ini sebaiknya dihapus dari kamus bahasa Indonesia. Memberikan pelayanan kepada rakyat adalah tugas negara. Tugas penuh dan mutlak, mengingat negara itu berdiri memang sebagai lembaga nirlaba raksasa yang tugasnya menghidupi rakyatnya. Jadi negara tidak boleh berbicara untung rugi saat melayani rakyat. Seluruh aset negara harus digunakan untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara adil.

Jadi jika saat ini sumber-sumber kekayaan kita dikuasai asing, maka kita berharap akan keberanian pemerintah mengatur kembali mereka dengan kekuasaan yang dipunyai atau bahkan mengusir mereka dari bumi pertiwi ini. Jika saat ini kita masih banyak mengimpor hal-hal yang sifatnya tersier, apakah tidak bisa dihentikan? Semua berawal dari keberanian. Satu pemimpin mulai bersikap tegas, diikuti oleh seluruh elemen bangsa. Tegas tolak kapitalisme.

Sedangkan sikap negara kepada rakyat, jangan manjakan rakyat dengan bagi-bagi uang gratis. Tapi gratiskan biaya pendidikannya, gratiskan biaya kesehatannya, bangun seluruh fasilitas umumnya, dan sediakan lapangan-lapangan kerja bergaji tinggi, termasuk dalam penumbuhan ekonomi lokal. Beli dengan harga mahal produk-produk pertanian lokal dan terus memberi fasilitas pertanian yang memadai kepada para petani sehingga kebutuhan dalam negeri selalu tercukupi.   Rakyat memang harus sejahtera dengan uang yang cukup, tapi tidak dengan dibagi-bagikan begitu saja, biasakan bekerja dan dihargai hasil kerja kerasnya. Dan kalau perlu, kita ambil nasihat ust. Hasan al-Banna agar gaji pejabat pemerintah dan anggota dewannya diturunkan sesuai dengan kebutuhan standar mewah mereka, bukan berlebihan seperti sekarang. Jika sekelompok pemuda saja mampu mengangkat kehormatan Unit Usaha Kecil di kota solo dengan www.terasolo.com, tentu pemerintah lebih kuasa untuk melakukan hal yang lebih banyak dalam peningkatan kesejahteraan rakyat.

Demikian sedikit curahan hatiku untuk pemerintah RI yang kucintai dengan segala kelebihan dan kekurangannya hari ini. Jika ini kritikan, sesungguhnya aku berlindung dari mencela dan mencaci maki pemerintah, karena mereka memiliki hak untuk dihargai dan dihormati rakyat. Jika ini sebuah keluh kesah rakyat, semoga ini bisa didengarkan dan menjadi masukan bagi hati-hati yang kini tengah berada di atas kursi kekuasaan. Terima kasih atas kesempatan dan kebebasan yang diberikan kepada kami sehingga kami bisa memilih untuk menyampaikan nasihat kepada kalian dengan cara apa pun. Dan aku memilih cara ini, semoga menjadi cara yang terbaik.

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.