Beberapa waktu lalu, METRO TV menyiarkan sebuah tayangan tentang Rohis sebagai sarang teroris. Intinya pemberitaan itu terkesan menyudutkan bahwa rohis merupakan sarana perekrutan teroris dan pembentukan radikalisme. Meski tidak secara eksplisit diungkapkan di sana, namun alur pemaparannya mengarahkan para pemirsanya untuk berpikir demikian. Hal ini telah diamini para pemirsa yang masih waras akalnya dan memiliki pengalaman berinteraksi dengan rohis.
Berbagai respon akhirnya bermunculan. Yang jadi aktivis sekolah dan kampus melakukan aksi di jalan. Yang jadi penulis kemudian segera membuat tulisan. Dan sebagainya. Intinya semua yang dulu pernah atau sekarang sedang menjadi bagian dari rohis tidak terima dengan pemberitaan itu dan berusaha melakukan klarifikasi sekaligus pembelaan dengan cara mereka masing-masing.
Di sini, saya selaku salah satu mahasiswa yang sejak SMA telah berkecimpung di dunia per-Rohis-an, tentu juga merasa geram dengan pemberitaan tersebut. Bagaimana tidak, setelah aktivitas rohis yang oleh beberapa kalangan sering dituduh sebagai aktivitas politik praktis, kini harus menghadapi fitnah sebagai tempat perekrutan dan pengkaderan teroris muda. Rasanya pihak METRO TV terlalu berlebihan dan terlalu berani tanpa melakukan serangkaian pertimbangan yang mapan dan bertanggung jawab sehingga dengan bebasnya menyiarkan tayangan yang menyinggung hati para aktivis.
Sebagai orang yang aktif dan bahkan pernah didaulat menjadi ketua Rohis waktu SMA ingin menjadi saksi bahwa aktivitas rohis itu murni untuk pembinaan kepribadian Islami para siswa di sekolah. Itu adalah tujuan rohis didirikan di sekolah sejak dahulu hingga nanti sebagai mitra pembelajaran agama Islam agar terimplementasikan dalam aktivitas sehari-hari. Sehingga diharapkan terlahir generasi shalih shalihah yang berprestasi serta berguna bagi nusa dan bangsa.
Rohis atau yang dikenal dengan Kerohanian Islam, atau kalau sudah dikampus biasanya dikenal sebagai Lembaga Dakwah Kampus hanyalah sarana berkumpulnya sekelompok pemuda yang peduli dengan realita generasi muda dan nasib bangsa hari ini. Orang-orang yang di dalamnya adalah orang-orang yang giat dalam berdiskusi dan melakukan serangkaian kegiatan yang bermanfaat mulai dari kajian hingga bakti sosial. Mereka melakukan aktivitas itu sebagai wujud kepedulian mereka untuk turut memperbaiki masyarakat dan moral bangsa.
Ketika saya memimpin Rohis al-Farabi di SMA 1 Wonosari, aktivitas yang dilakukan Rohis jauh sekali dari apa yang dituduhkan oleh pemberitaan METRO TV. Aktivitas kami adalah menghidupkan shalat dhuha, shalat berjamaah dan tradisi membaca di masjid sekolah. Kemudian kami juga melakukan kegiatan kajian keislaman serta kegiatan kepemudaan yang positif seperti rihlah dan mentoring. Di waktu-waktu tertentu, misalnya bulan Ramadhan maka kami bagikan zakat fitrah yang berhasil kami himpun, di waktu idul Adha maka kami adakan kurban di sekolah. Itukah pendidikan untuk para teroris? Siapa pun yang masih waras akan memberikan apresiasi bahwa rohis justru berkontribusi dalam menjaga akhlak generasi muda hari ini. Maka tidak heran jika penyumbang prestasi sekolah kami kebanyakan adalah anak-anak Rohis al-Farabi.
Jika aktivitas mentoring dianggap sebagai cikal bakal penanaman terorisme, apa buktinya? Di sana kami justru dibuka wawasannya untuk mengerti tentang bangsa dan umat Islam hari ini sehingga justru tumbuh kepedulian untuk menjadi solusi bagi masyarakat kelak, bukan melakukan perusakan apalagi perlawanan terhadap negara Indonesia ini. Jika tidak percaya, silahkan datang sendiri wahai para pejabat BNPT dan anak buahmu. Bergumullah dengan aktivitas mentoring selama setahun biar kalian mendapat data yang valid tentang aktivitas pembinaan remaja ini yang sebenarnya.
Demikian kesaksianku selaku orang yang pernah dan akan selalu dekat dengan rohis. Di manapun beramanah, jiwa rohis akan senantiasa menyala. Aku anak rohis, tapi bukan teroris. Aku anak rohis, cinta Islam dan cinta Indonesia. Aku anak rohis, selalu berkontribusi untuk membangun bangsa.