Bertemu Kakek dari Indonesia
Ketika menunggu waktu check ini bus Eurolines di Amstel, aku mendapati seorang yang sangat sepuh agak berwajah jawa, namun karena putih seperti bule jadi ya tetap kuanggap bule tiba-tiba menganggukan kepala ketika berjalan di dekat kami. Ini bule dari mana ya, kok bergaya orang timur gini. Beliau kemudian duduk tak jauh dari kami dan menikmati makanannya dengan lahap.
Usai beliau makan tiba-tiba beliau menyapa kami dalam bahasa Indonesia. Loh, kakek-kakek yang wajahnya agak-agak mirip dengan Pak Soeharto waktu sudah sepuh ini ternyata bisa berbahasa Indonesia. Kami kemudian saling berbincang dengan beliau, ternyata beliau itu peranakan Indonesia. Ayah belanda dan ibu dari Jawa, di daerah Weleri. Beliau bilang pernah 30 tahun di Indonesia, makanya masih fasih berbahasa Indonesia. Sayangnya beliau tidak menikah sehingga kemudian kami ketahui bahwa beliau itu gelandangan di Amsterdam yang hidup berkeliaran dan mencuri makanan. Oh sayangnya orang tua yang perkiraanku telah memasuki kepala 7 (maklum usia harapan hidup di negara maju itu sangat tinggi, jadi usia 80 pun masih pada bugar untuk jalan kaki dan bepergian jauh), harus hidup sebatang kara dalam kondisi yang tidak baik seperti ini.
Demikian sekelumit cerita perjalanan gila kami ke negeri yang pernah menjajah ibu pertiwi kita dahulu. Kota yang indah permai itu terus mengingatkanku bahwa mereka dahulu pernah mengeruk kekayaan dan menindas para pendahulu kita. Namun sudahlah, semua telah berlalu, ada baiknya dengan kesempatan yang banyak diberikan oleh mereka kepada kita saat ini dalam belajar dan bekerja di sana bisa kita ambil untuk setidaknya menagih kembali harta kita yang pernah di rampas oleh mereka, bukan justru menjadi anak buah mereka untuk menjajah negeri sendiri di kemudian hari. Cukuplah korupsi dan segala turunannya adalah warisan mereka yang membuat bangsa kita terjajah lebih kejam oleh sekian banyak koruptor yang bergelar Dewan Perwakilan Rakyat dan Pejabat Negara.
Bus EUROLINES pun melaju di tengah hujan lebat mengantarkan kami ke ibu kota negara bagian NRW, Dusseldorf. Kemudian kereta lokal, disusul bus WSW mengantar kami hingga dekat dengan apartemen. Dan kami pun berjalan sambil mengingat bahwa kami telah menginjakkan kaki di negeri lain di tanah Eropa ini.