Kaisar yang Gila Kekuasaan
Istana Qin telah membuat Liu Bang bukan lagi sosok manusia waras. Ia telah berhasil menghabisi Xiang Yu, raja agung yang dulu menjadi sekutunya saat penaklukan dinasti Qin. Ia kini tinggal di istana itu dan kembali menanamkan kekejamannya, khususnya pada rival-rival politiknya yang dulu adalah sekutu perjuangannya.
Film ini lebih mengupas bagaimana mengerikannya ketika seseorang telah diluapi ambisi kekuasaan sehingga dengan mudah ia menghilangkan nyawa yang lainnya. Hal yang tidak dapat dibohongi dari orang-orang yang telah memegang jabatan adalah keinginan untuk menikmati buah kekuasaan itu baik berupa harta, jabatan yang semakin tinggi atau bahkan melenyapkan orang-orang yang dianggap mengganggu stabilitas kekuasaannya.
Menjelang usia kematiannya, Kaisar Liu yang merupakan cikal bakal berdirinya dinasti Han akhirnya melakukan politik kotor dengan menghabisi rival-rival politiknya agar tidak mengganggu prosesi penerusan kekuasaan setelahnya. Jenderal Xin yang masih lebih muda dan sebenarnya adalah orang yang berpengaruh untuk kemenangan Han saat berperang melawan Raja Yu pun tak luput dari usaha ini hingga akhirnya hidupnya harus berakhir ditangan para eksekutor.
Di titk inilah ada satu nasihat yang dimunculkan dalam film itu bahwa RAJA ITU DIANGKAT, BUKAN DILAHIRKAN. Aku merefleksikan berdasarkan kenyataan sejarah yang telah berlalu bahwa memang setiap orang bisa menyandang gelar raja, tetapi tidak setiap orang berhasil menjadi raja atau pemimpin yang sesungguhnya. Maka tidak heran dalam perjalanan sejarah sebuah peradaban terkadang diperintah oleh orang yang arif bijaksana, terkadang dikuasai oleh orang yang zalim.
Orang yang arif itulah raja yang sesungguhnya karena ia berhasil mendapatkan legitimasi kekuasaan yang sesungguhnya dari rakyat dan orang-orang yang membantunya. Tetapi raja yang zalim barangkali memang ditakuti, tetapi sesungguhnya dia tinggal menunggu waktu untuk digulingkan oleh orang lain. Dan siapapun berhak untuk menjadi raja, maka adalah sangat tidak bijaksana jika seorang pemimpin memaksakan kepada rakyat agar keturunannya menjadi pemimpin selanjutnya padahal ia mungkin tak sebaik ayah dan kakeknya.
Itulah mengapa Islam memberikan pelajaran berharga dalam kepemimpinan bahwa ketika mengangkat khalifah itu melalui baiat, bukan melalui generasi turun-temurun. Entah ia menjadi raja, kaisar, presiden, atau apa pun, Islam mengajarkan kepada umatnya untuk memilih pemimpin melalui musyawarah dan rakyat mewakilkan kepada para bijak bestari dari kaumnya untuk menunjuk seseorang berdasarkan kemampuan dan kemuliaannya dalam memimpin. Benarlah, RAJA ITU DIANGKAT, BUKAN DILAHIRKAN. Hanya orang-orang yang pantas yang berhak menjadi raja yang sebenarnya.
bersambung …
Pingback: Klarifikasi Resensi Film Kolosal China “The Last Supper” | Be Better for Future