Putera ketiga dan keenam yang tersisa kemudian memacu kendaraan mereka ke celah Yanmen, tempat pertahanan Kekaisaran Sung yang lain. Di tengah jalan, ternyata salah satu ahli panah Yelu Yuan berhasil menguntit mereka. Pertempuran pun terjadi antara putera ketiga yang ahli memanah dengan ahli panahnya Yelu Yuan. Naas, sang putera ketiga terkena panah beracun seperti yang digunakan untuk membunuh Jenderal Yang. Meskipun akhirnya ia berhasil menghabisi sang ahli panah tersebut, dirinya pun ikut mati akibat racun dan tombak yang ditancapkan oleh Yelu Yuan ke dadanya.

Kini tinggallah putera keenam yang terus memacu kudanya. Yelu Yuan yang mengetahui hal itu melakukan pengejaran dan menantang duel sang putera keenam, Yang Yanzhao. Dengan kemarahan yang memuncak, Yang Yanzhao pun berduel habis-habisan sampai akhirnya dirinya keluar sebagai pemenang. Sebenarnya Yelu Yuan diberi kesempatan untuk hidup, namun sepertinya jenderal kejam itu tidak tahu berterima kasih hingga akhirnya Yanzhi melemparkan tombak untuk mengakhiri Yelu Yuan yang akan membunuhnya secara diam-diam.

Akhir yang Haru

Kematian Yelu Yuan menjadi badai bagi pasukan Khitan karena mereka kehilangan jenderal besar yang menjadi panglima perangnya. Akhirnya Ratu Xiao terpaksa menarik mundur pasukannya sebelum dihabisi oleh pasukan Sung yang kuat di benteng mereka.

Putera keenam yang berhasil membawa jasad ayahnya, Jenderal Yang pun akhirnya menikah dengan puteri Chai, kekasih sejak masa kecilnya. Hal itu pun sesuai dengan apa yang diwasiatkan Jenderal Yang ketika singgah di kuil sewaktu lolos dari kepungan di Gunung Serigala. Dia menggantikan ayahnya menjadi panglima perang di Kekaisaran Sung. Semasa itu, jasad putera pertama, kedua,  ketiga, dan ketujuh berhasil ditemukan dan dikuburkan. Jasad putera keempat dan kelima yang terjatuh ke jurang tidak pernah diketahi nasibnya.

Tuan Pan pun dihinakan atas pengkhianatannya kepada kekaisaran Sung, namun tidak dihukum oleh Kaisar. Kekaisaran Sung pun kembali berjaya berkat perjuangan keluarga Yang dalam membela negara. Hingga kini, kisah kehebatan keluarga Yang menjadi tauladan masyarakat Tiongkok tentang keadilan, kesetiaan dan cinta tanah air.

Setelah RedCliff dan beberapa film China yang baroma sejarah, kini film yang satu ini pun membuatku kagum. Aku kagum dengan China yang tidak hanya sukses dalam memajukan industri film mereka, tetapi syarat akan nilai sejarah yang mengangkat tentang kisah kejayaan mereka di masa lalu. Adakah di Indonesia? Sepertinya hari ini film-film seperti itu langka. Televisi dan bioskop kita hari ini lebih banyak dihiasi oleh film-film hedonis dan murahan, bukannya menimbulkan kebanggaan kita sebagai bangsa Indonesia, tetapi membuat kita semakin kehilangan jati diri.

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.