Seringkali kita dipusingkan dengan berbagai program yang terkesan wah dan cenderung sulit diimplementasikan. Sudah membuat renstra yang rumitnya minta ampun, multipersepsi hingga kita sering miskomunikasi. Itulah salah satu ciri yang masih sering melekat dalam dunia organisasi mahasiswa.

Tapi sadarkah kita bahwa hal-hal yang kita pandang wah itu barangkali akibat pola pikir kita yang kurang matang? Aku terkesan dengan buku “Keresahan Pemulung Zakat“ ketika salah satu artikelnya membahas tentang sederhananya cara berpikir orang Indonesia. Hal itu tercermin dalam bahasanya bagaimana bahasa Indonesia itu sangat simpel susunannya, tidak ada pembedaan waktu, bahkan sedikit sekali kata-kata yang memiliki arti bersesuaian tetapi penggunaannya berbeda. Kondisi ini rupa sering diamini oleh pikiran para pewaris bahasa ini.

Aku kemudian merenungkan tentang sebuah sikap sadar pentingnya membuang sampah di tempat sampah. Itu sangat sederhana bukan, tapi bukankah itu ketika kita lakukan dalam keadaan sadar dan saat kita berada di taraf dewasa telah melalui pertimbangan yang banyak di samping karena juga sudah dibiasakan sejak kecil. Kita tentu melakukan aktivitas sederhana itu dengan serentetan alasan yang sangat kompleks mulai dari aspek lingkungan, seni dan estetika, etika dan moral, hingga sains dan teknologi. Nah, itu hanya sekedar contoh bahwa terkadang sebenarnya tindakan-tindakan sederhana yang bermanfaat itu sebenarnya berawal dari pola pikir yang sangat kompleks dan komprehensif.

Bandingkan dengan hal ini. Ketika seseorang berpikir bagaimana dapat uang tanpa bekerja, itu gagasan sangat sederhana kan. Tapi akhirnya terlahir aktivitas diam-diam, mencuri, berbohong dan melakukan serangkaian kejadian rumit yang membuat orang-orang bingung. Begitupun pola pikir bagaimana mendapatkan nilai bagus tanpa belajar. Maka ujung-ujungnya kisah menyontek, bertanya diam-diam, bekerja sama saat ujian menjadi hal yang biasa saja. Dari sedikit renungan ini, bukankah pola pikir yang terlalu sederhana ternyata melahirkan sikap yang rumit dan ruwet?

Indonesia hari ini penuh segudang permasalahan. Lebih dekat lagi, daerah kita, rumah kita, bahkan diri kita saat ini sedang diliputi banyak masalah. Mengapa? Barangkali kita tidak mau sedikit berusaha untuk berpikir lebih keras. Sehingga kita memiliki tindakan-tindakan konkrit yang sederhana tapi penuh makna dan manfaat. Bukan bergaya dalam tindakan tapi tak berbekas, hanya sekedar menambah daftar kerumitan masalah.

2 Comments

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.