Hari ini rencananya aku mau datang ke seminar yang menghadirkan Ustadz Felix Siaw. Ternyata ada panggilan dari Gurunda Indrawan Yepe untuk menemaninya di training untuk siswa-siswi kelas 6 SD Islam Al-Azhar. Aku diminta menjadi MOT-nya. Kukira aku hanya akan datang sendiri, namun ternyata lagi-lagi aku ketemu dengan rekan lain yang menjadi korenpondesi pem-buly-an oleh teman-temanku.

Awalnya aku cukup pede untuk tampil mendamping sang master. Namun begitu melihat ada orang tua murid yang tak lain adalah Pembantu Dekan II FKIP UNS yang sering kutemui dulu untuk meminta uang transport, aku jadi nervous. Wow, apalagi aku saat sedang memegang pointer mouse untuk presentasi dan aku tidak terlalu bisa menggunakannya. Waduh, tanganku gemetar sekali pokoknya. Sampai akhirnya aku segera mengembalikan kondisi untuk mengembalikan suasana hati yang cenat-cenut melihat bapak besar fakultasku juga duduk memperhatikan.

Yang aku suka dari training Pak Indrawan Yepe untuk soal pendidikan adalah upaya idealisnya untuk menghadirkan orang tua dan siswa jika itu berkaitan dengan problema parenting. Begitu juga ketika berkaitan komunikasi dan persahabatan, maka guru dan siswa juga dipertemukan. Sejauh aku menemani kegiatan-kegiatan yang beliau buat, hal ini selalu dijalankan, kecuali jika pihak yang mau ditraining menyabotase dan banyak permintaan aneh-aneh.

Hari ini pun demikian, bagaimana orang tua dan anak-anak disadarkan pentingnya bekerja sama dalam kesuksesan pendidikan sang anak. Dalam memberi perhatian, orang tua harus tahu bagaimana cara seorang anak diperhatikan, bukan menurut pada versi orang tua. Begitu pun anak, dia harus belajar untuk taat kepada orang tua dalam hal yang positif. Dan aku sendiri mendapatkan feel itu meskipun berkali-kali ikut trainingnya sebagai asisten. Padahal slide-nya sama. Tapi eksplorasi yang beliau kupas di setiap kesempatan itu membuatku kaya pengalaman dan cerita.

Yang mungkin kadang bikin kami pusing adalah beliau sering memblow up cerita-cerita kami yang kadang dikemas dalam bahasa yang hiperbolis. Begitu orang tua memandang kami, seolah-olah kami adalah anak dewa yang berhasil bangkit menuju khayangannya setelah lama tersesat di bumi. Oh tidakkk! Tolong Pak, kami hanya mahasiswa biasa. Jangan begitu dong.

Tapi, apa pun itu, mungkin itu adalah yang baik bagi kami untuk kami buktikan. Terus menjadi lebih baik dan konsisten dalam idealisme kami. Karena hidup ini adalah tentang bertahan dengan idealisme terbaik dalam menghadapi tantangan yang terus berubah dan semakin berat.

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.