Pengawas Sekolah itu Harus Lebih Hebat & Sangar dari Guru dan Kepala Sekolah

Setelah orasi dua tokoh hebat itu, terjeda presentasi para pemenang lomba paper sebagai sesi pertama simposium hari ini. Berikutnya dilanjutkan dengan orasi ibu Itje Chodidjah. Sosok wanita yang semangat untuk memperjuangkan pendidikan negeri ini meskipun reputasi beliau sudah berada di level internasional bersama English Language Training. Bahkan di akun Twitternya profpic-nya tergambar jelas TOLAK UN.

Beliau memberikan titik tekan perbaikan pendidikan melalui perbaikan guru melalui optimalisasi kinerja pengawas sekolah. Fakta yang beliau dapati dari perjalanannya ke sekolah-sekolah di tanah air ini tentang para pengawas yang sering menjadi kawan gelap kepala sekolah membuat beliau begitu geram. Pasalnya pengawas kebanyakan mantan kepala sekolah yang biasanya punya kedekatan dengan dinas pendidikan. Jika pengawas kualitasnya abal-abal semacam ini bagaimana sekolah akan mengalami kemajuan. Karena semua laporan menjadi fiktif sebagai hasil dari kesepakatan dengan kepala sekolah di meja transaksi.

Maka kualitas pengawas sudah seharusnya di atas kemampuan guru dan kepala sekolah. Dia harus tegas menegur para guru yang mengajar sebisanya dan seadanya sekaligus menjadi partner diskusi dan perbaikan kualitas pembelajaran. Pengawas juga tentu harus jeli dan mampu membaca gelagat rakus kepala sekolah yang sering bermain basah-basahan dengan proyek di sekolah sehingga manajemen sekolah dapat berjalan dengan baik. Jika pengawas saja masih suka ikut berbasah-basah ria dan bermalas-malas ria, maka sekolah-sekolah yang berdiri itu tak lain menjadi pengganggu keceriaan siswa karena mereka harus terpenjara setiap pagi dengan mendengarkan celoteh para guru yang jarang belajar dan mungkin kalah rajin belajar dari siswanya sehingga ilmunya tidak pernah berkembang dan update.

Selain itu, beliau juga menekankan adanya pengawasan yang ketat terhadap penyelenggaraan sekolah swasta yang kaya. Meskipun beliau telah menjadi konsultan berkelas internasional, beliau sangat menyayangkan sekolah-sekolah swasta di Indonesia yang justru mengabaikan penggunaan bahasa Indonesia sebagai pengantar pembelajaran. Ini negara Indonesia bos, kok malah pakai bahasa Inggris tiap kali belajar. Bahasa Inggris memang penting dikuasai, tapi bukan berarti ia menjadikan bahasa nasional justru tersisihkan.

Dan di akhirnya, beliau begitu berapi-api meneriakkan penghapusan ujian nasional. Diakui atau tidak, upaya perbaikan pembelajaran akan rusak ketika momok yang satu itu masih tetap dipertahankan. Sudah seharusnya tragedi mengerikan yang telah berjalan lebih dari satu dekade itu diakhiri sebelum pendidikan negeri ini semakin terpuruk. Jika UN dihapus mungkin yang bangkrut hanya bisnis bimbingan belajar, tapi toh mereka bisa kreatif dengan membangun bisnis lainnya. Tetapi jika pendidikan berbasis nilai ujian ini tetap dipertahankan maka bangsa ini akan rugi karena kehilangan orang-orang kreatifnya akibat dipaksa mengerjakan soal-soal yang seragam dari Sabang – Merauke.

Pendidikan berkeadilan itu bukan berarti setiap siswa harus memiliki nilai kognitif bagus. Pendidikan yang berkeadilan itu adalah memberi kesempatan setiap siswa belajar dan memberikan pengabdiannya untuk negeri ini.

bersambung ….

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.