Ceritanya saat baca link teman di siniaku mendapati sebuah kisah yang menarik untuk disimak. Khususnya dalam masalah pendidikan. Bisa jadi ini penting untuk direfleksikan di negeri kita.

Pidato Kelulusan Pelajar SMA yang menggetarkan dan menggugat kesadaran kita atas makna sistem pendidikan, pidato ini diucapkan oleh Erica Goldson, pelajar di Coxsackie-Athens High School, New York, tahun 2010.

“Saya lulus. Seharusnya saya menganggapnya sebagai sebuah pengalaman yang menyenangkan, terutama karena saya adalah lulusan terbaik di kelas saya. Namun, setelah direnungkan, saya tidak bisa mengatakan kalau saya memang lebih pintar dibandingkan dengan teman-teman saya. Yang bisa saya katakan adalah kalau saya memang adalah yang terbaik dalam melakukan apa yang diperintahkan kepada saya dan juga dalam hal mengikuti sistem yang ada.

Di sini saya berdiri, dan seharusnya bangga bahwa saya telah selesai mengikuti periode indoktrinasi ini. Saya akan pergi musim dingin ini dan menuju tahap berikut yang akan datang kepada saya, setelah mendapatkan sebuah dokumen kertas yang mensertifikasikan bahwa saya telah sanggup bekerja.

Tetapi saya adalah seorang manusia, seorang pemikir, pencari pengalaman hidup – bukan pekerja. Pekerja adalah orang yang terjebak dalam pengulangan, seorang budak di dalam sistem yang mengurung dirinya. Sekarang, saya telah berhasil menunjukkan kalau saya adalah budak terpintar. Saya melakukan apa yang disuruh kepadaku secara ekstrim baik. Di saat orang lain duduk melamun di kelas dan kemudian menjadi seniman yang hebat, saya duduk di dalam kelas rajin membuat catatan dan menjadi pengikut ujian yang terhebat.

Saat anak-anak lain masuk ke kelas lupa mengerjakan PR mereka karena asyik membaca hobi-hobi mereka, saya sendiri tidak pernah lalai mengerjakan PR saya. Saat yang lain menciptakan musik dan lirik, saya justru mengambil ekstra SKS, walaupun saya tidak membutuhkan itu. Jadi, saya penasaran, apakah benar saya ingin menjadi lulusan terbaik? Tentu, saya pantas menerimanya, saya telah bekerja keras untuk mendapatkannya, tetapi apa yang akan saya terima nantinya? Saat saya meninggalkan institusi pendidikan, akankah saya menjadi sukses atau saya akan tersesat dalam kehidupan saya?

Saya tidak tahu apa yang saya inginkan dalam hidup ini. Saya tidak memiliki hobi, karena semua mata pelajaran hanyalah sebuah pekerjaan untuk belajar, dan saya lulus dengan nilai terbaik di setiap subjek hanya demi untuk lulus, bukan untuk belajar. Dan jujur saja, sekarang saya mulai ketakutan…….”

Wah wah, aku lumayan adem dengan kisah itu. Untung aku segera bebas sejak menjalani masa SMA dulu. Yah, hidup ini sebenarnya adalah sesuatu hal yang penting untuk dijalani dengan penuh kenikmatan. Siapa yang bisa mengatur agenda hidup kita jika bukan diri kita? Maka terbiasa mengagendakan hidup sendiri sejak sekarang menjadi penting agar kita tidak menjadi bagian dari kendali orang lain. Kita beraktivitas bersama karena sepakat, bukan karena eskploitatif.

Jadi setiap perjalanan hidup ini adalah keharmonisan dan keseimbangan. Kalau sudah sama-sama sepakat kan tidak akan pernah ada saling menyalahkan. Kalau ada berarti yang menyalahkan itulah yang berkhianat dari kesepakatannya.Hanya satu pengkhianatan yang boleh dalam hal ini, ketika kita awalnya bersepakat dalam kejahatan kemudian kita tahu dan sadar, maka kita berhak berkhianat untuk keluar dari kesepakatan. Tapi jika itu hanya masalah perbedaan cara pandang …… ckckck. Seringnya orang-orang Indonesia memilih jenis yang kedua ini. Jadilah negeri gado-gado yang asyik buat dicuri rame-rame oleh bangsa asing. Selamat untuk pemimpin-pemimpin bangsa yang kebanyakan sedang memasuki fase Play Group Politik Indonesia. Semoga segera tumbuh dewasa dan memenuhi harapan ibu pertiwi.

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.