Alhamdulillah hari ini dapat kembali bertemu dengan guru jurnalistikku lagi setelah hampir 2 bulan tidak bersua kecuali dalam jejaring social saja. Pagi ini setelah sempat hampir saja tidak berangkat (gara-gara salah tulis di agenda, akibat salah baca tanggal), akhirnya Allah memperjalankanku ke Korem Solo. Di markas para TNI itu, ternyata telah berdiri 3 tenda yang menanmpung teman-teman delegasi Ikatan BEM Pertanian se-Indonesia.

Sesampai di sana, aku sempatkan untuk berdiskusi dengan ketua panitianya sampai akhirnya beliau datang dari stasiun Balapan. Siapa dia? Pak Yusuf Maulana, guru jurnalistikku yang telah berbagi ilmu selama di beasiswa aktivis. Pagi ini aku akan menemani beliau berbagi inspirasi sekaligus mengoleksi inspirasi yang baru dari berliau.

Setelah berbincang-bincang cukup lama sambil sarapan pagi, akhirnya acara pun dimulai. Seperti biasanya beliau dengan gaya yang khas ku kenal. Beliau memulai bercerita tentang perjalanannya menulis hingga akhirnya terjun di dunia media. Ada satu hal yang sejak dulu kubaca dari beliau, kata kuncinya agar kita menjadi penulis yang baik (maaf bukan penulis terkenal lho) adalah satu selalu gelisah dan menginisiasi gagasan yang orisinil, kemudian bertekad memulai dan mewujudkan tulisan itu dengan motivasi dan niat yang benar.

Seperti yang sering menjadi alasan bagi para aktivis bahwa tidak punya waktu luang untuk menulis. Apa iya? Itu hanya alibi saja karena memang kemampuan yang sebenarnya ada dan pasti dimiliki oleh para cendikia muda. Sayangnya belenggu kemalasan dan gap untuk berani berpikir di luar kebiasaan menjadi pengganjal setia. Bukannya dilepas dan dibuang, tapi dipupuk dengan berbagai pembenaran yang memang berasal dari kemalasan.

Saking menariknya, banyak sekali teman-teman yang antusias untuk bertanya. Sampai-sampai panitia memberikan kertas kepada saya, “Maaf mas, waktu telah habis“. Iya, diskusi hari ini tidak berhenti sampai di sini saja, karena ini hanya percikan api yang harus dipelihara dan dilatih untuk menjadikan diri ini mau menulis dan berbagi. Karena, menulis adalah sedekah terbaik kaum cendikia. Kalau kaum cendikia cuma pinter ngomong tanpa ditata dan didokumentasikan dalam tulisannya yang baik, mungkinkah gagasan-gagasan cemerlang itu dikaji dan diperbaiki secara berkelanjutan? Kalo omong doang, besok juga lupa.

Usai shalat Jumat, diskusi masih terus berlanjut. Lagi-lagi aku menggali informasi dan analisis dari beliau seputar dunia media dan buku. Kami memang pecinta buku sehingga bahkan sampai berdiskusi tentang buku-buku kuno dan pergerakan. Aku menyadari akhir-akhir ini daya bacaku terus berkurang, dan mungkin hari ini akan menjadi pengingat agar aku meningkatkan daya baca lagi seperti dulu. Dan ini inspirasi yang membuatku harus berpisah dengan beliau karena waktu keberangkatan kereta tinggal sebentar lagi.

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.