Akhir-akhir ini kita diributkan banyak sekali pemberitaan media. Penting ga sih? Hemm, mulai dari Presiden SBY terhormat yang “ketakutan” akan dikudeta. Kemudian ruwetnya masalah di Partai Demokrat, sampai-sampai beliau harus nyambi jadi presidennya, demi partai yang didirikannya. Tidak kalah seru skandal-skandal lain seputar orang-orang di Senayan dan para eksekutifnya, yang simpang siur beritanya namun renyah untuk diulang-ulang, apalagi oleh media-media yang mungkin sudah ”kurang kerjaan”.

Kemudian juga akhir-akhir ini kasus pengeroyokan yang makin Hollywood saja. Mulai dari anggota kopassus yang dikeroyok tewas, kemudian pengeroyoknya akhirnya juga tewas di tangan para penembak misterius (wuih, seandainya kita bisa melihat kejadiannya di layar televisi, pasti seru deh). Ada juga kapolsek yang diteriaki maling dan dikeroyok massa sampai mati. Pokoknya seru deh akhir-akhir ini. Mau tertawa nanti dikira sakit jiwa. Mau nyengir dan sengir, juga aneh banget rasanya.

Inilah negeri kita, yang sebenarnya hari ini lagi dicitrakan buruk gara-gara ayat suci dari kitab antah berantah yang tengah diamalkan kenceng oleh awak media massa bad news is good news, good news is bad news. Entah lupa itu diturunkan lewat perantaraan siapa hingga akhirnya ia menjadi ayat popular yang menjangkiti awak media sampai-sampai hari ini kita tidak bisa melihat Indonesia yang “baik”. Itulah sebagian kita, korban televise, korban koran, korban berita online, korban cerita orang lain.

Tapi sepertinya bagi anak gembala yang tetap tenang bersama kerbaunya, menyusuri pematang yang hijau, sambil mendendangkan lagu lewat serulingnya yang merdu tidak akan berpikir kotor seperti kita. Dia tetap riang melihat Indonesia yang hijau dan penuh harapan ini. Gemah ripah loh jinawi, titi tentrem kerto raharjo. Masalahnya? Masih banyak tidak ya kita jumpai anak-anak gembala di negeri ini, wong orang-orang desa saja mulai berlagak kota-kotaan.

Gadis-gadis yang dulu malu-malu dan sering tersipu, kini malu-maluin sambil merayu-rayu. Anak-anak desa yang sangat cinta dengan sawah dan pematangnya, kini memilih bersesak ria di kota-kota yang manajemen tata kotanya sanggup membuat kanker stadium IV para insinyur teknik sipil yang berhati mulia. Ada apa ini? Katanya eyang di desaku, beginilah ketika zaman telah terbalik-balik. “Tertawa saja cucuku, biar kamu tetap awet muda dan tidak stress“, hiburnya.

Kawan, realita negeri kita hari ini dalam perspektif media telah membuat masyarakat kita kacau balau. Yang muda lebih suka yang hura-hura. Yang tua segera ingin cepat kaya. Yang di desa lebih suka jualan sawahnya. Yang di kota terus menumpuk sampahnya. Yang ditampuk kekuasaan sedang bagi-bagi harta dan merancang skema penerusan tahta. Tinggal yang di kampus sekarang yang entah juga mulai melakukan praktik-praktik yang sama dalam skala kecil. Pejabatnya juga mulai terang-terangan berpolitik seperti politik di luar. Mahasiswa-mahasiswa lebih sibuk memburu kursi dari pada meningkatkan kompetensi dan berinovasi. Memang kita harus bilang WOW untuk negeri ini.

Sampai di sini, rasa-rasanya sulit sekali memperbaiki negeri ini ya. Hemm, sudahlah jangan dipikirkan tinggi-tinggi. Tidak usah bikin skema rumit-rumit masalah kepemimpinan. Cukup! Mari kita kembali ke desa-desa kita, atau desa-desa sebelah. Nongkrong dan lihatlah apa yang masih indah di sana. Jika memang kerbau juga terlihat cantik ya belai atau cium sekalian. Dengarkan yang indah-indah di sana, jika jangkrik itu laksana alunan Kitaro, rekam dan jadikan nada dering ponselmu. Kita harus berpikir dengan cara lain, dan lupakan saja berbagai definisi hari ini yang membingungkan kita. Mari kita membuat definisi baru tentang hidup kita. Kembali kepada apa yang Allah titahkan atas diri-diri kita.

Tentang Indonesia yang “buruk“, maka itu hanya halusinasi kita yang kemudian dijadikan lahan bisnis sebagian orang yang “sakit jiwa“. Sudahlah lupakan mereka dan apa yang mereka hasilkan, mereka masih bebas berkeliaran karena RSJ juga masih dikit di Indonesia, dan dokternya masih terbatas (pasalnya tidak banyak kan yang mau mengabdi sebagai dokter kejiwaan, karena kebanyakan berprofesi dokter, bukan berjiwa dokter). Kita masih punya Indonesia yang indah kok. Di atas tanah yang subur, di atas lautan yang membentang, di atas mega yang selalu ada matahari di sana.

Mari kita buat Indonesia lebih baik. Kata uda Yusuf, buat Indonesia Tersenyum. Kata Pak Anies, kita sukseskan Indonesia Mengajar. Kataku, mari kita berdoa untuk kebaikan Indonesia dan kebaikan diri kita untuk terus memuji dan berbuat baik di atas tanah Indonesia ini.

2 Comments

  1. uni

    Benar, berita baik yg menggembirakan, jarang sekali muncul di media, menunggu orang lain berubah butuh waktu lama, mari kita rubah diri sendiri saja dulu, jd pribadi yg semakin bermanfaat bagi sesama

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.