Menjadi guru adalah sebuah kebanggaan tersendiri. Cita-cita ini telah terpatri sejak kecil ketika melihat ayah yang setiap hari selalu bersama dengan murid-muridnya tatkala aku masih kecil dan tinggal di kawasan bukit di sebuah SD terpencil. Itulah desa tempat aku tumbuh ketika masih batita, dan ayah pertama kali ditugaskan oleh negara untuk mencerdaskan anak bangsa di daerah yang cukup terisolir ketika itu.

Kini persepsi guru telah berubah. Banyak orang yang ingin menjadi guru, entah karena suka atau karena uangnya yang menggiurkan, apalagi setelah ada sertifikasi. Pemerintah terus menerus menggelontorkan milliaran rupiah agar pendidikan negara kita bagus. Alih-alih memenuhi amanat UUD 1945, ternyata anggaran yang sebanyak itu masih belum menunjukkan tanda-tanda perbaikan pendidikan Indonesia yang kian terpuruk. Bahkan info terakhir, sekolah tidak lebih sebagai tempat bertumbuhnya benih-benih mesum.

Aku kini mulai tidak respek dengan sekolah-sekolah negeri. Jika dulu itu adalah sekolah yang mampu menjamin kualitas moral lulusan-lulusannya secara mayoritas, kini sepertinya image itu semakin jauh. Sekolah yang seharusnya juga mampu membela kepentingan rakyat yang kurang mampu kini makin terasa tidak bersahabat. Guru-guru yang idealis dan teguh dalam prinsip pun sepertinya terus disingkirkan dari meja-meja kehormatan pendidik bangsa ini. Terkadang juga mereka yang sangat berjasa itu dilupakan.

Di sebuah sekolah Islam ini, aku kembali menemukan kesegaran dan terus menerus mendapatkan inspirasi bagaimana mendidik yang sebenarnya. Sekolah yang memiliki wawasan modern namun memegang teguh nilai-nilai agama dan adat timur seperti ini harus dijaga dan dipertahankan ketika sekolah-sekolah negeri justru lupa diri karena berlimpahnya materi hingga kesombongan akan intake yang luar biasa. Aku suka menjadi guru dan sampai mati aku terus akan berazam menjadi guru.

Namun demikian, satu nasihat dari salah satu guru kehidupanku adalah jangan pernah menjadikan guru itu sebagai profesi yang senantiasa kau harapkan balasannya. Isyarat itu membuatku kini mengisi waktu-waktu di luar mengajar untuk banyak belajar dan mengembangkan berbagai potensi agar bisa membidik banyak peluang yang berlimpah di sekitar kita. Aku senang menjadi guru, aku suka menjadi guru, karena dengan menjadi guru aku akan terus belajar agar bisa terus berbagi inspirasi kepada tunas-tunas muda bangsa yang kini sedang tumbuh.

Kurindukan sosok-sosok guru pejuang, bukan guru pekerja, yang ikhlas mengabdi untuk bangsa ini, yang ikhlas menjadi teladan untuk generasi bangsa, bukan memberi teladan.

2 Comments

    1. ardika

      Sekarang sekolah-sekolah negeri mulai kehilangan spirit mengajarnya seperti masa dulu. Secara catatan prestasi mah bagus. Tapi dari studi empiris di lapangan (terutama dari cerita adik-adik yang PPL / KKN dari tahun ke tahun), sisi humanisme pendidikannya mulai berkurang

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.