Ceritanya, pada tanggal 15 Mei 2013, International Office UNS akan menyelenggarakan talkshow yang menghadirkan seorang traveler Indonesia, Agustinus Wibowo. Nah, biar bisa ikut makan siang gratis dengannya plus dapat bukunya, plus dapat macem-macem lainnya kami harus menulis sebuah artikel tentang mimpi perjalanan berikutnya. Artikel itu harus dikirim ke panitia paling lambat 12 Mei 2013. Alhamdulillah, ternyata terpilih. Senang sekali rasanya.
Mau tahu artikelnya, inilah tulisan itu.
Mesir, Turki dan Syam : Inspirasiku Mewujudkan Visi Hidup
Aku sangat menyukai kisah-kisah sejarah keemasan di abad pertengahan. Zaman perang salib ketika terjadi yang membuahkan berbagai kisah peperangan sejarah dan romantika para pemimpin yang sejatinya sulit dijelaskan apakah mereka sebenarnya benar-benar berseteru atau itu adalah takdir tuhan untuk membuat dunia barat dan timur bertemu dan berbagi kisah menjadi salah satu daya tarikku untuk mempelajari sifat-sifat kehidupan masyarakat di waktu itu.
Masa-masa pertempuran di zaman Shalahuddin al-Ayyubi mengingatkanku bagaimana lingkaran negeri-negeri Mesir dan Syam (saat ini Suriah, Palestina, Turki, Lebanon, Irak) menjadi tempat sejarah perjuangan bangsa Arab merebut kembali hak mereka yang telah dirampas oleh Bangsa Frank Eropa. Di bawah visi besar sang ksatria yang sangat dikagumi oleh Barat dan Timur, Shalahuddin al-Ayyubi (Saladin), maka perjuangan ini digelorakan kembali dan akhirnya Yerusalem berhasil direbut kembali dan damai di bawah kekhalifahan Islam selama berabad-abad sebelum akhirnya Israel kembali mencaploknya.
Tak hanya Saladin yang mengagumkan. Raja Inggris yang dikenal sebagai raja terbesar kedua di Eropa waktu itu, Richard the Lion Heart akhirnya juga turut meramaikan catatan sejarah yang indah ini. Aku ingin melihat Mesir, melihat bagaimana Saladin membangun menara untuk memulai visi besarnya menaklukkan kota ketiga umat Islam itu. Aku juga ingin melihat bagaimana jejak-jejak perjuangan mereka di benteng kota-kota yang menyejarah seperti Acre, Tripoli, Aleppo, Homs, Damaskus, dan tentu saja Yerusalem. Masjid Umar dan Kubah batu di kota yang tengah dicaplok Israel saat ini adalah satu hal yang sangat menjadi impianku setelah Masjidil Haram dan Masjid Nabawi yang ingin kucapai tahun depan.
Selanjutnya adalah perjuangan Sultan Muhammad al-Fatih (Mehmed II) dalam menaklukkan ibukota Byzantium, Konstantinopel. Kota yang saat ini menjadi kota terindah dengan benteng-benteng yang sangat kokoh adalah salah satu kota yang kurindukan untuk dapat kukunjungi. Masjid Haghia Sophia dan Masjid Biru adalah salah satu obyek yang menarik perhatianku untuk dapat kuluangkan waktu khusus menyapa keindahannya. Yang terakhir adalah pemandangan Selat Bosphorus dan bukit Galatta, saksi bisu bagaimana kapal-kapal perang Sultan Mehmed II pernah berlayar melewati daratan itu dalam waktu satu malam sebelum akhirnya berhasil merebut Konstantinopel.
Tempat-tempat itu adalah tempat yang mengingatkanku pentingnya untuk selalu bekerja keras. Aku lebih menangkap bagaimana para kesatria di masa itu membuktikan kerja kerasnya dari pada kesan peperangan yang hari ini cenderung dipersepsikan kejam. Bagiku perang Salib adalah takdir tuhan terindah untuk mempertemukan dunia Barat dan Timur.
Kerja keras bukan berarti identik dengan peperangan, karena setiap zaman memiliki terjemahannya masing-masing. Hanya saja kerja keras adalah kata yang tidak akan pernah hilang meski ia diterjemahkan dalam berbagai bentuknya. Kita semua punya visi hidup, sudahkah kita serius untuk menggapainya? Aku pun selalu bertanya akan hal itu. Hanya saja aku ingin melihat tempat-tempat itu semua agar aku dapat pulang dengan luapan semangat untuk membangun Indonesia ini dengan kerja keras ketika banyak para pemuda hari ini bermalas dan terus membuat kekacauan saja.