Kemarin aku dan Mustopa telah mendarat dengan selamat setelah melalui perjalanan panjang dan membosankan dari Berau – Balikpapan – Jogja – Jakarta. Burung besi yang berukuran sedang itu membuat badanku pegal-pegal karena perjalanan panjang yang harus diikuti aktivitas turun naik pesawat ketika singgah di bandara.

Mungkin inilah efisiensi dari sebuah maskapai yang cerdik sehingga tidak ada delay, yang ada pemberitahuan perubahan jadwal pada waktu sehari sebelumnya dan satu pesawat melewati rute yang seharusnya dikerjakan oleh dua pesawat. Setidaknya, ada pramugari manis yang selalu menghibur kebosanan kami. Eh tumben nakal gini. Maaf-maaf, ini sifat manusiawi kami, bukan hanya saya, tetapi partner seperjuangan saya juga.

Sesampainya kembali di markas Lembaga Pengembangan Insani Dompet Dhuafa di Parung, Bogor rasanya seperti baru bermimpi. Kemarin kami baru saja pulang dari Pulau Derawan. Kami habiskan senja di hari itu untuk mendengar rengekan adik-adik yang meminta kami tak pulang. Hari-hari sebelumnya kami pun rasanya belum lama tinggal di salah satu wilayah kaya di Kalimantan Timur itu. Daerah yang menyimpan kekayaan hutan, tambang, dan keindahan alam. Kucubit tanganku, dan sakit rasanya. Oh aku tidak bermimpi. Aku benar-benar sudah pulang dan kini kembali ke markas tempat kami diberangkatkan dahulu.

Inilah kota Bogor, kota yang seperti daerah yang kutinggali selama di Kalimantan. Siang panas terik, malam hujan mengerikan. Tak heran kota ini pun di sebut sebagai kota hujan. Kata temanku yang dari daerah ini, dia harus menjalani kemonotonan harian dengan kemacetan dan hujan. Ada hikmahnya aku berasal dari daerah yang kering dan dulu susah air sebelum dibangunnya berbagai instalasi air di daerahku. Sekarang aku belajar untuk berbecek dan berkuyup ria sejak di Kalimantan. Jika di sana ada rawa-rawa, di sini mungkin cukup dengan jalan tergenang saja.

Apapun itu, kota ini adalah mimpiku ketika dulu pertama kali mendapatkan beasiswa aktivis dari Beastudi Indonesia. Tampak di video profil gambaran Zona Medina yang tampak keren. Hingga kenyataan itu hadir, memang keren di sini. Sayangnya kalau siang panasnya terik dan jika hujan mengerikan sekali bagi bocah ini yang berasal dari pegunungan gersang di dekat pantai selatan. Setidaknya, kami telah melakukan banyak perjalanan dalam bulan ini. Perjalanan yang penuh hikmah. Perjalanan yang mendewasakan kami. Perjalanan yang harus kami pertanggung jawabkan. Terima kasih Allah atas perjalanan melintasi kota-kota bersejarah di tanah air ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses