Karena saking lamanya kami bercanda dengan Ms. Anna yang cantik bersama kru, tak sadar kamilah penumpang terakhir yang membuat petugas bandara dan bus bandara menunggu. Mungkin mereka tidak marah, tetapi wajah-wajah khas Timur Tengah yang garang dan terlanjur semua menatap kami rasanya sangat menakutkan. Kami segera berlari turun dan melambaikan tangan kepada Ms. Anna dan rekan-rekannya. Aduhai, cantiknya, sayangnya mungkin udah jauh lebih tua dari kami dan mungkin sudah bersuami. Ha ha ha. #sensor bekerja mendeteksi dan tante siap menjeweri.

Begitu memasuki kawasan bandara untuk menunggu jadwal penerbangan berikutnya. Hanya tahmid dan kekaguman yang terus terucap di dada ini melihat bangunan megah, bersih dan kaya fasilitas. Sangat mewah, elegan namun tidak meninggalkan kekhasan gaya arab dan Islamnya. Hampir semua petugas bandaranya laki-laki, sekilas seram tapi sebenarnya sangat ramah. Dengan sangat mudah aku menemukan musholla untuk menjamak shalat maghrib dan isya yang belum sempat tertunaikan di Soetta karena waktu take off yang terlalu dekat dengan waktu shalat maghrib.

Di sana kami bisa ber-online ria dengan kecepatan akses yang luar biasa. Di mana-mana wifi full dan banyak colokan listrik sehingga mau ngapain aja oke. Di sana kami bertemu mahasiswa yang kami sangka TKW dari salah satu negara tetangga ASEAN, yaitu filipina. Cukup cantik dan ramah. Kami dapat belajar banyak tentang travelling bersama beliau. Sambil mengganggu teman-teman kami yang baru bangun tidur di Indonesia kami lepas kepenatan kami selama di pesawat tadi. Segala puji bagi Allah yang telah menakdirkan perjalanan ini untukku.

Ada hal yang paling menarik yang membuatku harus menulis tentang bandara ini. Yaitu tentang bagaimana melayani. Terkadang definisi melayani hanya terbatas pada sebuah aktivitas mempersilahkan dan membantu dengan tulus dan ramah. Yah, di tempat kita mungkin kebanyakan orang akan berpikir seperti itu. Namun di sini definisi melayani itu kudapatkan. Melayani itu adalah memberikan apa yang dibutuhkan oleh orang-orang, bukan apa yang diinginkan. Karena memberi apa yang dibutuhkan, maka setiap orang di sini melakukan banyak hal penting, bukan yang penting melakukan. Semua terkondisikan untuk melakukan hal yang penting sehingga setiap tempat mulai dari pusat perbelanjaannya hingga ruang tunggunya semua terisi oleh aktivitas yang penting.

Bandara ini rupanya didesain untuk membuat setiap pengunjungnya dimanjakan untuk melaksanakan aktivitas yang menjadi tujuannya. Di sini mereka tetap dapat melakukan aktivitasnya seperti biasa. Inspirasi bagaimana Allah mencukupi kebutuhan kita, bukan keinginan kita rupanya dihadirkan di sini sehingga setiap kami merasa betah untuk berlama-lama di bandara ini. Bahkan mau delay 3 hari rasanya tidak akan pernah menjadi masalah.

Setelah tiba waktu check in dan pemeriksaan lagi, kami segera bergegas. Semua berjalan lancar, kecuali ada kisah lucu tentang seorang nenek-nenek yang akan ke Belgia, beliau awalnya ingin kami ajak bicara, tetapi karena bahasa ibunya Perancis jadinya kami memilih diam karena melihat beliau harus berpikir berat setiap kali menjawab pertanyaan kami. Yah, nenek, kalo di tempatku orang sepertimu akan banyak mengeluh dan minta dilayani ini itu. Beginilah bedanya orang eropa dengan orang Indonesia, maka tak heran jika angka harapan hidup di Eropa sangat tinggi. Wong udah unuk-unuk gini masih gagah dan mandiri. Terima kasih atas inspirasinya nek.

Dan perjalanan ke Eropa kembali berlanjut, yang ini lebih tidak menarik karena selama perjalanan lampu di matikan dan kami sudah trauma dengan rasa bosan tadi meski berada di pesawat yang sangat nyaman. Rasa kenyang dan makanan berlimpah adalah masalah yang harus kami hadapi lagi.

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses