Man Shabara Dzafiran, salah satu mantra-nya bang Ahmad Fuadi hingga akhirnya dia melesat menjadi sosok inspiratif dengan trilogi Negeri 5 Menaranya. Kata mutiara yang bermakna siapa yang bersabar akan beruntung. Dalam tafsir bebasnya aku juga bisa merasakan demikian untuk buah manis belajarku selama beberapa waktu ini.
Di antara proses belajar yang kuyakini sebagai hal terbaik di masa muda adalah pengendalian diri. Terutama pengendalian diri untuk mengejar cara-cara instan yang kerap menjadi obsesi kaum muda saat ini. Terutama mereka yang sudah tergila-gila dengan uang dan hedonisme yang ditawarkan oleh kehidupan modern saat ini.
Jika ditanya keinginan hati untuk kaya secara materi, ya manusiawilah. Aku juga ingin kaya, karena menjadi orang kaya itu memiliki peluang beramal lebih banyak, meskipun peluang bermaksiatnya juga ga kalah besar. Tetapi dalam logika rizki manusia diberi kesempatan menjalankan usaha terbaiknya, sebab rezeki sudah Allah tuliskan untuk kita sebelum terlahir ke dunia.
Tahun 2014 ini menjadi awal dari keberuntungan kecil yang kuraih dalam mewujudkan kemandirian. Sebagai anak mama yang sudah lama menengadahkan tangan kepada kedua orang tua dalam menjalani kuliah, tentu ini menjadi sebuah pencapaian luar biasa. Sejak SD hingga SMA hampir tidak pernah terpikir untuk menjadi sosok mandiri dan berdikari. Barulah saat kuliah kesadaran itu terbangun untuk sedikit demi sedikit tidak menjadi beban finansial lagi bagi orang tua.
Memang sejak sekolah setidaknya aku berusaha meringankan mereka dengan mengejar capaian beasiswa. Bahkan kuliah pun setelah saya pikir-pikir lagi, niat kuliah di masa lalu sebenarnya hanya untuk mengejar perguruan tinggi negeri yang memberikan subsidi besar untuk SPP-nya sehingga orang tua tidak harus membayar mahal, maka aku berjuang keras di SNMPTN 2008 beberapa tahun silam.
Setelah berakit-rakit dalam membangun kapasitas diri, akhirnya aku mulai mendapat tantangan untuk ujicoba kapasitas. Setelah dahulu pernah melamar pekerjaan dan melamar yang lain-lain (kecuali calon istri), akhirnya saat ini hal itu sudah tidak perlu kulakukan lagi. Seolah Allah tuntun diri ini untuk menerima tawaran yang itu berarti menjadi syarat utama kemerdekaanku. Mungkin penghasilannya jika dibandingkan dengan mereka yang melamar masih lebih sedikit, tetapi bagi diriku pribadi aku mulai menyadari sisi kemerdekaanku. Kiranya inilah yang harus kubangun lebih kuat ke depan agar aku benar-benar tumbuh dalam idealisme, bukan pragmatisme.
Hanya dengan beberapa aktivitas saja, awal bulan ini aku bisa dikatakan memanen banyak rizki seperti yang Allah janjikan. Setidaknya hasrat memborong buku bulan ini akan terpuaskan dengan income yang cukup ini. Bersabar saja dalam proses, pasti ada masanya untuk berjaya sebagaimana pahit getir yang pasti akan kita rasa dalam masa belajar ini. Yang penting jangan pernah berhenti dan menyerah untuk mengembangkan diri dan membangun kapasitas serta memberikan kontribusi.