Dadah & Sopir Taksi Orang India
Kenalkah Anda dengan istilah Dadah sebelumnya? He he, mungkin kita kenalnya dada ya. Yaitu bagian tubuh kita atau aktivitas melambaikan tangan kepada orang lain. Tapi Dadah yang dimaksud ini adalah obat-obatan terlarang atau dalam bahasa kita dikenal dengan Narkoba. Awalnya kami penasaran dengan propaganda yang ditulis di depan surau, DADAH HARAM DI SISI ISLAM. Barulah penjelasan Cikgu membuat kami paham.
Bertemu dengan seorang guru, tentu pembicaraan kami menjadi berkualitas. Tanpa di sangka beliau menawarkan tumpangan kepada kami lewat mobil Protonnya yang tergolong mewah. Di perjalanan menuju Hotel Shangrila itulah kami belajar banyak hal tentang khas orang Melayu. Mereka adalah orang-orang yang giat dalam berpolitik. Cikgu mengeluhkan generasi muda Melayu yang terjangkit kebiasaan menggunakan Dadah alias Narkotika itu. Kami pun menjawab bahwa hal itu sama dengan negeri kami.
Selanjutnya beliau menasihati kami untuk tidak gampang menggunakan taksi. Apalagi jika sopirnya adalah orang India. Katanya mereka tidak segan-segan minta tip aneh-aneh. Bahkan ada yang sengaja membuat argometernya berjalan lebih cepat. Dan yang paling mengerikan, mereka ugal-ugalan jika sudah berkendara di jalanan. Yah, kami juga pernah mendapati sopir-sopir taksi yang berwajah India cukup agresif di jalan raya. Apakah penjelasan Cikgu relevan dan terbukti? Entahlah, tapi kami tak mau coba-coba dengan uang saku yang terbatas ini.
Kisah lainnya adalah bahwa di Kuala Lumpur, pusat berkumpulnya orang-orang Indonesia berada di Kampung Baru. Di situ kata beliau tak lagi banyak dijumpai logat Melayu seperti umumnya. Di situ pula beliau tinggal selama menjalani tugas menjadi guru dan pulang sebulan sekali ke Pahang. Tahukah? Sejak pagi kami menyaksikan berita-berita di televisi lokal, beberapa kawasan di negara bagian Malaysia sedang didera banjir bandang yang besar, termasuk kampung halaman beliau. He he, ternyata ga di Indonesia saja, Malaysia juga sama kena banjir tahunan. Kabar bagusnya, Kuala Lumpur luput dari semua itu.
Tak terasa, mobil beliau sudah masuk di kawasan Hotel Shangrila. Dan itu adalah saat perpisahan kami dengan beliau. Meskipun beliau menawarkan kami untuk menunggu dan mengantar jalan-jalan hari ini kami tidak ingin menikmati tawaran baik itu membabi buta. Kami persilakan beliau melanjutkan perjalanan ke rumahnya. Aku hanya sempat mencatat nomor ponselnya. Terima kasih Cikgu Chaerul atas hantarannya hari ini.
bersambung ….