Seperti dengan cerita sebelumnya aku beristirahat di kontrakan teman yang juga kebetulan satu dusun. Teman bermain, teman mengaji, kakak dan sekaligus teman konyol di waktu masih di dusun dahulu. Alhamdulillah tadi malam bisa nginep dan banyak berdiskusi dengan beliau. Pagi ini atas kebaikannya aku diantar di halte dekat terminal Lebak Bulus untuk segera menuju Kedutaan Besar Jerman, mengajukan visa dan mewujudkan visi jalan-jalan ke Eropa, negeri yang konon sedang kejatuhan ekonomi namun masih juga menjadi trensetter dunia hari ini. Khususnya Jerman aku berharap kelak menemukan cerita indah, karena di sana pernah belajar seorang putra bangsa yang masyhur dan mendunia. Dialah Habibie, sang negarawan muda di era baru Indonesia yang mungkin telah terlupakan.

Tentang pengajuan visa ini, lagi-lagi kisah konyol harus ku alami. Ceritanya kemarin aku merasa santai waktu berangkat ke Jakarta. Karena katanya biaya visa sudah ditanggung oleh universitas. Artinya biaya itu akan dibayari univ lewat tangan mas Joko, kakak sekaligus bapak kami yang sabar mengurus berbagai administrasi dan SPJ ruwet. Tiba-tiba kemarin dia SMS, uang visa belum bisa cair hari ini, silahkan pake uang sendiri dulu nanti akan diganti. Haaa, aku ke Jakarta aja ngutang, apalagi bayar visa. Kesimpulanku adalah aku harus ngutang lagi sampai gajiku dan beasiswaku bulan ini turun lagi. Beberapa nama ku SMS dan kutanyai bisa dipinjam tidak uangnya. Akhirnya setelah hampir 6 orang yang kuhubungi ada yang bisa meminjamiku 800rb untuk biaya visa. Tenang….slamet.

Namun ternyata ketenangan di hari yang lalu itu harus terusik lagi dengan kemacetan hari ini. Meski aku sudah berangkat pukul 7 pagi, ternyata kemacetan Jakarta benar-benar tidak bisa diduga. Dan busway yang kutumpangi pun harus ikut kena macet karena banyak sabotase pengguna motor yang melewati jalur busway. Alamak, parah betul mereka. Aku kawatir kalau-kalau aku terlambat sampai kekedutaan besar Jerman. Aku berdebar namun tetap sabar. Ujian semalam cukup membuatku harus bersabar, tak perlu marah kok. Jakarta memang harus macet untuk saat-saat ini. Kalau sampai ga macet, bahaya, bisa kiamat nanti.

Setelah sampai di halte Tosari aku bertanya arah kekedutaan besar Jerman. Ternyata ketemu sambil lari-lari dan waktu sudah menunjukkan pukul 10. Artinya 45 menit lagi termin wawancara akan dimulai. Aku panik karena teman-temanku yang sudah sampai duluan tidak bisa dihubungi. Sesampai di depan gerbang aku diperiksa scurity. Waktu tanya ada ATM tidak di dalam, beliau menjawab tidak. Alamak, aku segera berlari melintasi depan kawasan gedung pencakar langit mencari kotak ajaib yang bernama ATM, mengambil uang pinjaman tadi malam yang baru saja ditransfer. Aku berlari agar jangan sampai telat. Alhamdulillah dapat, dan aku bisa masuk kedutaan. Saat pemeriksaan detil aku hampir dicurigai membawa barang-barang aneh, ternyata hanya kandungan besi di ikat pinggang saja. Alhamdulillah.

Kekonyolan tak berhenti di situ. Karena tadi terlalu capek dan terengah-engah, aku tidak mendengarkan arahan scurity. Salah masuk ruangan lagi. Untung aku segera bertanya para salah satu pengantri dan kemudian ditunjukkan tempat yang benar. Malu lagi. Sesampai ditempat pengajuan visa, teman-temanku sepertinya geram, namun bersyukur karena aku masih datang sebelum masa terminku. Dan setelah menyerahkan berkas-berkas yang ada akhirnya segala ujianku hari ini untuk mengajukan visa selesai. Jika tidak ada halangan dan permasalahan, maka visa dapat diambil Senin siang. Alhamdulillah. Lega rasanya.

3 Comments

    1. ardika

      Tanggal 1 Desember mbak. Ha ha ha, pokoknya kalo visa belum ada digenggaman, aku belum mau bicara macem-macem tentang keberangkatanku ke Jerman. Kan itu masih rahasia Allah. He he he

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.