Di tahun 1434 H ini, banyak kejadian luar biasa yang kualami. Mulai dari hadiah yang Allah kasih di permulaan tahun dengan menginjakkan kaki ke benua Eropa. Menjadi tim impian untuk temu nasional Bakti Nusa 2013. Hingga akhirnya menemukan kembali ruh dan etos kerja diriku di dunia maya.

Dan lebaran tahun ini pun spesial. Dimulai dengan Ramadhan yang spesial mulai dari berbagai aktivitas di Rumah Blogger yang penuh inspirasi hingga aktivitas di masjid Abu Bakar Ash-Shiddiq. Saat aku pulang H-1 lebaran kemarin, banyak hal yang telah berubah dari kehidupan di desaku. Banyak sekali kawan-kawanku dahulu yang telah pulang ke desa, namun suasana di desa tetap saja berbeda dari tahun lalu. Cenderung lebih sepi. Entah kenapa, masjidnya juga sepi.

Tahun ini pula, aku merasakan hawa dingin yang luar biasa di desa. Kemarau yang sangat kering dengan udara dingin yang membuat hidungku langsung tersumbat sejak lebaran hari pertama. Akibatnya aku memilih tidur seharian sejak lebaran hari pertama dan kedua. Lebaran mungkin ditakdirkan istirahat bagiku. Dan mungkin juga lebaran yang pertama kali tanpa kakek tercinta karena telah berpulang ke hadirat-Nya di bulan Rajab kemarin.

Di lebaran ini, aku mencoba berakrab ria dengan sahabat-sahabat masa laluku yang telah banyak berubah. Banyak juga yang sudah menikah, tapi aku merasakan bagaimana pola pikir kami yang dahulunya sama kini telah jauh berbeda. Logika orang kerja di kota dengan pemuda pengangguran yang tidak lulus-lulus kuliah ternyata berbeda dan itulah spesialnya lebaran kali ini. Karena satu adikku yang biasanya menjadi sahabat akrab untuk berbagi tentang idealisme sedang berada di ujung pulau untuk sebuah tugas kampus ini. Rindu? Mungkin saja, tapi tak perlu dikata karena aku pun juga menganggap itu biasa.

Di lebaran ini, pertama kalinya pemuda-pemuda yang terhimpun di kota menyelenggarakan kirab dusun untuk menggalakan penggalangan dana pembangunan balai dusun. Dengan iringan reog yang mengingatkanku pada waktu 15 tahun yang lalu saat menyambut proklamasi RI, para pemuda berjalan berkeliling dusun untuk melakukan pawai dan saweran kepada masyarakat urban yang baru pulang kampung.

Barangkali memang aku yang harus beradaptasi dengan nuansa yang baru ini. Bercampurnya rasa rindu karena perginya orang-orang yang dikasihi dan telah memasukinya masa dewasa menjadi sebuah ujian kemanisan hari ini. Mungkin memang ini titik-titik kritis sesungguhnya yang akan kualami hingga tahun-tahun berikutnya. Titik di mana aku harus berusaha merawat idealisme, membetulkan pola pikir yang keliru, dan mengambil jalan terbaik dalam mewujudkan visi hidup nanti.

Lebaran ini, menjadi sebuah titik kebangkitanku untuk belajar lebih banyak lagi, merangkai mahligai kehidupan dalam bingkai cinta terbaik dan terindah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.