Bangkitlah negeriku harapan itu masih ada
Berjuanglah bangsaku jalan itu masih terbentang … Shoutul Harakah
Hehe, lagu di awal bukan untuk mengajak pembaca ke tempat yang penuh banyak kerumunan orang, tetapi mengajak pembaca untuk bersemangat sebagaimana senangnya diriku waktu menulis tulisan ini. Ceritanya kemarin pagi salah satu adikku di kelompok studi riset dan teknologi SIM menautkan sebuah berita bagus di dinding grup FB. What? Silahkan baca saja ini http://jakartagreater.com/2012/08/pak-habibie-i-love-you-full/
Itulah yang membuatku sangat gembira dan berdoa kepada Allah semoga Dia menakdirkan usia Pak Habibie masih lama hingga akhirnya mimpi itu dapat terwujud kembali setelah tragedi yang menyakitkan belasan tahun silam terjadi. Bagi para sainstis dan insinyur, penutupan berbagai industri strategis secara beruntun pasca reformasi itu adalah hal yang sangat menyakitkan karena ibarat itu memutus ruang ekspresi mereka untuk mencintai tanah air.
Aku salut membaca berita itu terutama pada bagian
Ketika proyek pesawat N250 dihentikan oleh pemerintah, para insinyur IPTN berpencar ke seluruh dunia, termasuk bekerja di Boeing, Airbus, Embrair, CASA, Iran, dan lain sebagainya. Anggap saja para insinyur itu sedang beasiswa atau sekolah dibiayai pihak asing. Kini dengan ilmu tambahan yang diperoleh, Habibie mengajak mereka pulang kampung, untuk membangun industri dirgantara Indonesia yang membanggakan.
Habibie bosan berkarya dengan mengusung bendera negara lain. Tidak kurang 63 hak paten di bidang Aeronotika telah dibuat Habibie. Dia berharap para ahli penerbangan Indonesia lainnya, punya semangat yang sama, membuat pesawat dengan bendera merah-putih.
Itu artinya mereka adalah orang-orang yang tak kalah setianya untuk mencintai negeri ini. Jika ingat dengan buku The True Life of Habibie, kemudian menonton film Habibie dan Ainun, hingga menerawang lagi ingatan sewaktu berkunjung ke Aachen akhir tahun 2012 kemarin dan sempat bertemu dengan beberapa orang Indonesia yang ada di sana, serta pengalamanku menyanyikan lagu Tanah Airku Tidak Kulupakan waktu diperjalanan bersama Prof. Tausch di kota Wuppertal, lengkaplah sudah bagiku untuk menarik sedikit kesimpulan bahwa tidak semua orang ingin tinggal di luar negeri itu lantaran mencari kehidupan yang layak saja, tetapi sejatinya mereka menangis di sana karena kerinduan dan keinginan mereka yang besar untuk mengabdikan diri di tanah air. Hanya saja orang-orang pribumilah yang terkadang sering berpersepsi negatif dengan berbagai tuduhan-tuduhan yang seringnya lebih dilandasi karena iri dan dengki.
Kawan ada dua hal penting yang ingin kubagi, dirgantara dan mancanegara. Bagi yang pernah merasakan naik pesawat, maka di sanalah kita akan merasakan bagaimana tawakal itu satu-satunya pilihan. Tidak ada yang lain. Maka hakikatnya meraih teknologi dirgantara itu tidak semata-mata untuk meraih ambisi kecanggihan teknologi, tetapi sebenarnya akan membuat bangsa ini belajar untuk tidak korupsi apalagi melakukan manipulasi dalam aktivitas hidup. Bagaimana ceritanya kalau material pesawat bahan-bahannya dikorupsi? Rempong kan. Yang kedua, menjejakkan kaki di manca negara itu akan membuat kita bersiap diri untuk belajar banyak tentang negeri ini setiap waktu. Karena di luar sana orang akan banyak bertanya tentang Indonesia yang indah ini. Kalau kita tidak banyak mengerti tentang sisi-sisi baiknya negara ini (meskipun kita juga masih merasakan carut-marutnya negeri ini), kita akan kelihatan seperti orang bego’ yang memalukan sekaligus mempermalukan bangsa Indonesia.
Maka bermimpilah untuk dua hal itu bagi yang sampai sekarang belum pernah mengalaminya. Bagi yang berpunya dan telah menjadikannya hal biasa, renungilah kembali arti dari semua pencapaian itu. Karena setiap kesombongan itu akan membuat kita semakin hina. Kalau pun tidak hina di dunia, maka pasti akan Allah hinakan di akhirat nanti. Mari berdoa untuk kebaikan dan kemajuan Indonesia. Indonesia bangkit, reborn from the darkness!