Hari Ahad kemarin saat aku di rumah, alhamdulillah tiap Ahad paginya sekarang keluarga sudah rutin menghadiri kajian di masjid agung kecamatan. Pengajian yang diinisiasi oleh Pimpinan Cabang Muhammadiyah itu telah berjalan sejak tahun 2012 secara konsisten tiap hari Ahad jam 6.00 – 7.00 dengan mendatangkan pembicara mulai dari Pimpinan Daerah Muhammadiyah Gunungkidul atau pun Klaten.

Awalnya ketika pengajian itu dirintis sempat muncul sebuah pesimisme mengingat iklim abangan di tanah kelahiranku itu masih sangat kental. Namun, semua rasa pesimis itu sirna ketika hingga hari ini pengajian itu tetap eksis, bahkan untuk yang sering datang terlambat seperti aku pasti kebagian emperan masjid bahkan terkadang duduk di selter tamannya saja. Pasukan Kokam pun sering mengatur ulang kendaraan agar tidak memenuhi badang jalan. Saking banyaknya jamaah.

Inilah proses tabligh yang menurutku berhasil membidik segmen keluarga-keluarga di kawasan itu. Karena hari ini hampir sulit dijumpai masjid yang masih konsisten menyelenggarakan pengajian kecuali saat hari besar Islam saja. Di samping masjid sekarang juga telah menjadi masjid cap orang tua saja, masjid yang hanya dihadiri oleh orang-orang tua saja. Sungguh miris di negeri yang katanya mayoritas muslim ini, masjid diramaikan oleh orang-orang tua yang sebentar lagi game over. Tinggal sedikit saja masjid yang “masih muda”, yakni masjid kampus dan masjid pesantren.

Tentang fenomena itu, aku melihat masih ada optimisme masyarakat di lereng bukit Gununggambar, tempat Pangeran Samber Nyawa mengasingkan diri untuk menyusun strategi untuk merebut kembali Keraton Mangkunegaran. Ada pelajaran berharga yang beliau tinggalkan setelah dia mendengarkan pelajaran dari seorang nenek yang memberikan dia jenang katul. Memakan jenang katul itu dimulai dari pinggir, baru setelah dingin bagian tengahnya.

Membina umat, tidak selalu serta merta dapat menguasai pucuk tertingginya. Melakukan rintisan secara konsisten itu lebih diperlukan dari pada selalu berujung pada tujuan yang sangat pragmatis. Kita hanya bisa melakukan apa yang seharusnya mampu kita lakukan, bukan berlebih-lebihan. Istiqamah, itulah satu kunci suksesnya. Semoga tabligh pekanan ini kelah berterusan pada lahirnya pengajian-pengajian kecil yang dibawa oleh masing-masing jamaah yang hadir secara konsisten.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.