Gerakan Sosial dan Charracter Building
Ahad pagi menjelang, tarikh 28 April 2013 ini adalah hari ketiga rangkaian temu nasional. Sebuah hari yang indah bagi kami di salah satu lereng Gunung Lawu. Aku manfaatkan pagi hari ini dengan berjalan-jalan menemani Mas Romi sambil berdiskusi banyak hal. Hemm, aku merasa beruntung dengan berbagai kesempatan yang ada ini.
Menjelang siang, seperti biasa kami terbagi menjadi dua lagi. Yang adik-adik bersama Pak Erie Sudewo untuk mendapatkan penjelasan tentang Charracter Building, sebuah training super yang wajib diikuti penerima beasiswa aktivis ini, dan jujur inspirasi yang kudapatkan tahun lalu hingga kini masih tertancap kuat di kepalaku.
Sedangkan kami yang angkatan atas awalnya berencana ke Grojogan Sewu. Kalo aku pribadi sih udah bosen, paling-paling juga ketemu monyet-monyet tampan bergaya Punk. Atas inisiatif mas Fachri dan teman-teman Beastudi Indonesia, akhirnya kegiatan difokuskan pada hal yang lebih bermanfaat, yakni presentasi dan pembahasan program sosial.
Ini sesi yang menurutku luar biasa, di mana ide-ide aktivis yang sesungguhnya dimunculkan. Aku kagum dengan gagasan Gerakan Cinta Anak Tani yang dirilis teman-teman IPB, Green Live Style berikut gerakan internasional yang digagas UI, Komunitas Negarawan Muda yang digagas UGM, Save our Children yang digagas Unsri, Aku Bisa Kuliah yang digagas ITB, dan Aksi Cinta Budaya Indonesia yang kami presentasikan setelah melalui diskusi panjang di bulan-bulan sebelumnya.
Aku menemukan sosok-sosok luar biasa ketika sesi ini, termasuk Quote dari mas Edi yang konyol (tapi benar juga sih), “Orang-orang yang serius adalah orang-orang yang akan merusak peradaban“. Meskipun sebenarnya aku belum sepenuhnya paham, tapi setidaknya bisa dimengerti bahwa itu adalah sebuah pesan komunikatif bagi para aktivis hari ini agar bisa bersinergi membangun bangsa.
Mbolang ke Rumah Penduduk
Setelah sesi ruangan selesai, kami para panitia telah menyiapkan sebuah kegiatan yang menarik. Live in Society alias tinggal bersama di rumah penduduk. Tampaknya para peserta juga tertarik dengan konsep ini, selain ini menjadi tren baru dalam sebuah pelatihan, lokasi yang kami pilih juga menantang bagi mereka. Bagi kami para panitia, hal ini dapat menjadi pelipur lara kami setelah kami gagal melakukan kegiatan survival bagi peserta dalam perjalanan dari Solo ke Tawang Mangu. Gara-gara supir angkutan yang berbahan bakar solar mogok kerja karena kelangkaan solar akhirnya rencana survival untuk peserta terpaksa kami batalkan dan kami sewakan bus untuk mengantar mereka ke Tawang Mangu.
Aku bersama mas Arief Hudaya, Marketing dan Komunikasi (kadang disebut Markom, kadang disebut Komar) Beastudi Indonesia memulai petualangan meliput teman-teman yang tengah melakukan kegiatan. Sambil menyambut senja, kami menikmati wajah teman-teman yang kuyu karena berjalan naik turun melewati perbukitan di kawasan Tawang Mangu ini. Bagiku, ini adalah perjalanan yang sangat indah, karena pemandangannya asri dan sejuk. Ketika hari mulai malam, kami segera pulang. Dan ini adalah malam yang paling plong buat panitia, karena kami bisa istirahat dengan tenang setelah sebelumnya kami hampir hanya memiliki kesempatan istirahat kurang dari 5 jam.
bersambung …