Hari Jumat ini aku lega. Karena beberapa waktu lalu ketika bertemu Syaifullah, dia mengatakan bahwa di mushala kampus biasa dilaksanakan shalat Jumat. Karena perkuliahan selesai, sedangkan kawan-kawanku sudah memilih belanja dan makan di mensa, aku akhirnya memutuskan untuk ke mushola sendiri. Saat itu sudah menunjukkan pukul setengah 12 siang.
Jadi Nggak Nih?
Sesampai di mushola ternyata masih sepi. Aku tilawah sambil menunggu kedatangan teman-teman yang lain. Lama kutunggu, datang seorang dari Spanyol yang tidak bisa bahasa Inggris tetapi pandai bahasa Arab dan Jerman. Jadinya roaming, akhirnya cuma sampai kenalan doang dan tanya kabar doang. Dan aku pun lupa namanya karena pakai bahasa Spanyol. Akhirnya kami diam-diaman saja sambil tilawah, sesekali melempar senyum. Yang pasti sangat indah, kami disatukan dalam sebuah sapaan terbaik yang diajarkan oleh guru kita, Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam yaitu “Assalamu’alaykum”, dengan terkadang ditambahi berbagai variasi mulai dari yang biasa kita pakai hingga dalam bentuk lainnya. Kata yang indah dan membuat kami sangat dekat satu sama lain.
Sudah sampai jam 12.30 siang, tetapi belum juga datang para jamaahnya. Apakah shalat jumat tidak jadi? Pikirku. Ah sabar dulu saja, nanti juga datang kok. Setelah itu mulai berdatangan beberapa mahasiswa yang lain. Aku kenalan lagi dengan teman baru, Rasyid dari Maroko. Alhamdulillah beliau yang udah bachelor dari Wuppertal ini bisa bahasa Inggris, jadinya aku tidak roaming lagi. Setelah diskusi banyak akhirnya shalat Jumat segera dimulai. Rupanya ada mahasiswa yang biasa jadi pengurus mushola ini, beliau langsung mengambil vacuum cleaner di rak dan meminta jamaah berdiri sebentar dan dengan dibantu beberapa yang lain mereka membersihkan karpet. Semua jamaah duduk kembali menanti khatibnya.
Ada lagi seorang mahasiswa yang sangat tampan, persis artis India di era sebelum Shah Rukh Khan yang aku lupa namanya. Tetapi beliau tidak terlalu akrab denganku, hanya sekedar bersalaman dan mengucap salam, beliau langsung mengaktifkan ponselnya, mungkin sangat sibuk. Wah, yang baca paragraf ini akan mengira aku “maho”. Tenang, masih cowok sejati, tapi emang tampan bener deh. Sumpah, ini kalo di Indonesia yang ngejar pasti bukan main banyaknya. Selain itu, aku melihat dua wajah yang tidak asing lagi. Ini wajah Asia, lebih tepatnya wajah melayu. Tapi orang Indonesia bukan ya. Hemm, cuma salaman tapi kemudian mereka duduk dan diam. Ah, nanti dah setelah Jumatan saja. Demikian sekilas info.
Lama ditunggu sampai hampir jam 13 siang belum juga datang khatib yang ku dengar-dengarkan namanya Ahmad. Akhirnya Rasyid, trus mahasiswa yang super cakep tadi dan yang satunya lagi yang bercambang lebat saling berbicara untuk siapa yang jadi khatib. Mereka saling mempersilahkan sehingga tidak mulai mulai. Yang lain cuma diam, sibuk dengan tilawah, dzikir atau ponselnya masing-masing. Di saat proses saling mempersilahkan itu terjadi, muncullah sosok wajah pakistan yang tampan juga (tapi masih kalah dengan yang tadi) tetapi sangat santun dan kelihatan shaleh banget. Ternyata itulah Ahmad, ketiga orang yang paling keren tadi langsung menyambut Ahmad dan mempersilahkannya ke depan.
Jangan dipikirkan musholanya kayak di Indonesia yang luas. Mushola di sini hanyalah dua buah ruangan kecil di sudut bangunan di lantai 10 dengan sampingnya ada toilet (disulap jadi tempat wudhu) dengan satu akses pintu masuk yang terpisah ke dua ruangan. Hari ini yang akhwat otomatis mengosongkan ruangan akhwatnya karena digunakan untuk Shalat Jumat. Kapasitasnya pun tidak lebih dari 25 orang. Namun kami semua menikmati shalat Jumat di sini dengan kehangatan dan kebersamaan yang indah. Meski aku roaming selama khutbah Jumat karena Ahmad berkhutbah dengan bahasa Jerman, aku dapat merasakan aura kebaikan yang terpancar. Jika menyimak ayat yang dia baca, maka sepertinya temanya adalah berkaitan dengan ketegaran dalam ber-Islam. Luar biasa. Terima kasih Ahmad. Dan shalat Jumat pun berlangsung dengan tenang dengan bacaan tartil nan indah dari bibir Ahmad.