Setelah turun dari bus yang mengangkut kami dari pusat kota wuppertal ke universitas tempat Prof. Tausch mengajar, ku sempatkan melihat pemandangan yang sangat indah di sini. Sebuah universitas yang terletak di kaki Gunung. Jika di Indonesia mungkin seperti di Tawang Mangu. Sebuah universitas dengan pemandangan yang sangat indah, bahkan meskipun musim gugur seperti sekarang.
Di sini jejak-jejak salju semalam masih tebal menutup atap rumah dan sepanjang jalan yang kami lalui. Putih, lembut dan indah sekali. Segeralah kami naik ke lantai 13 dengan lift untuk menuju kantor Prof. Tausch dan timnya. Sempat mengundang perhatian dari para mahasiswa karena ada mahasiswa berwajah Asia yang hanya bergurau saja (maklum orang Jerman rata-rata pendiam dan serius sehingga keberadaan kami begitu terlihat berbeda dibanding masyarakat aslinya, lebih lebih jika dibandingkan wajahnya yang tampan dan cantik, ha ha ha), namun kami tidak peduli dan terus saja bergerak menuju ruang yang dituju. Ms. Nurma sempat lupa namun akhirnya ketemu juga tempatnya.
Luar biasa! Sambutan hangat Prof. Tausch yang sangat ramah diikuti oleh rekan-rekannya Dr. Claudia, Dr. Simone, Ingrid dan beberapa tim beliau yang belum ku merasa malu. Toleransi di sini sangat baik bahkan waktu aku menelungkupkan tanganku kepada tim beliau yang putri, luar biasa penghargaan mereka terhadap keyakinanku. Tanpa basa-basi beliau langsung mengajak kami ke Guest House yang akan kami tempati selama sebulan nanti. Beliau segera mendahului kami menggunakan mobil pribadinya dan kami menaiki bus lagi ke arah Student Freundenberg.
Sesampainya di sana, hujan salju terjadi. Kami sangat senang, mimpi kami untuk melihat salju akhirnya tercapai sudah. Ini pengalamanku pertama kali seumur hidup. Segala puji bagimu yaa Allah, Rabb yang menciptakan langit dan bumi dan menjadikan bumi ini indah untuk dipandang dan menguji setiap hamba-Nya. Kami sadar, Prof .Tausch telah menunggu kami di Guest House, segeralah kami berlari menuju ke sana bersama Ms. Nurma dan Mr. Ahmad, suami beliau.
Di Guest House, Ms. Monika selaku penanggungjawab asrama memberikan nasihat dan petunjuk kepada kami. Memang beginilah karakter orang Jerman, detil jelas dan sistematis. Beliau memberi penjelasan yang mirip dengan kuliah teknik sehingga kami tidak hanya paham tetapi sangat paham bagaimana aturan menggunakan ruangan yang akan kami tinggali selama sebulan nanti. Tempatnya sangat mewah, bahkan mungkin jauh lebih lengkap dari hotel bintang 3 yang ada di Solo. Hanya dengan sewa 311 Euro untuk yang putra dan 577 Euro untuk yang putri kami bisa menempatinya selama sebulan. Tentang wohnung atau tempat tinggal kami ini nanti akan ada tulisan tersendiri.
Sebenarnya, rumah tinggal ini hanya untuk mahasiswa Ph. D. yang sedang mengambil kuliah di sini, namun ternyata kami diperkenankan atas rekomendasi Prof. Tausch, baik sekali beliau. Tak cukup itu saja, ternyata beliau membawa satu koper besar yang berisi pakaian musim dingin mulai dari slayer, sepatu boat hingga jaket winter yang sangat tebal. Semuanya dipinjamkan kepada kami agar dimanfaatkan selama sebulan nanti. Kata beliau, semua telah disiapkan oleh istrinya sewaktu mendengar ada anak-anak Indonesia yang mau ke sini. Jadi rindu untuk bertemu beliau di Bremen. Semoga ada waktu akhir pekan yang membuat kami bisa ke sana.
Usai menandatangani kontrak penggunaan tempat tinggal kami meneruskan untuk bermain-main di hujan salju. Berlarian ke sana kemari, berfoto ria bersama, dan saling melempar bola salju. Kampungan memang, namun mengasyikkan. Inilah cerita di awal perjalanan kami menjejakkan kaki di tanah Eropa. Tanah dimana Hitler pernah berkuasa dan berambisi menguasai dunia.
Ardika di Wuppertal minus brp suhunya?. Seru ya main salju, walaupun saya bukan anak kecil lagi, tp kalau pas di jalanan ya saya suka main salju :D.
Karena di apartemen tidak ada termometer saya tidak bisa memastikan. Tapi kalo malam udah bisa mencapai -3 derajat