Udara pagi masih terasa dinginnya tatkala kulesatkan si hitam dengan kecepatan tinggi melewati jalanan yang halus namun berkelok. Menuruni bukit tinggi (tapi bukan Bukittinggi Sumatra barat loh, itu hanya bahasanya mas Jatmiko yang kutiru) menuju kota raja ibukota negara, tempat raja kami bertahta yang sempat terusik oleh sekelompok politisi yang tak mengerti kearifan. Pagi itu aku membawa amanah ayah untuk mencarikan tempat yang tepat buat perawatan si “Kodak” yang waktu lebaran kemarin kecelakaan setelah tangan bibi dan anaknya berebut untuk mengelusnya.
Berbekal petunjuk peta dalam bentuk kata-kata, kususuri jalan lingkar luar selatan kota Yogyakarta. Jauh sekali rasanya tidak sampai-sampai. Dan karena terlalu pede bahwa masih ingat dengan jalan-jalan di kawasan bantul, akhirnya kulesakkan si Hitam menyusuri jalan menuju kota Bantul untuk menemui “orang pintar” yang bisa menyembuhkan si “ Kodak”. Nasib sial, aku tersesat jauh. Yang dicari kawasan Madu Kismo malah sampai masjid agung kota Bantul. Akhirnya aku bertanya dan benarkan, aku salah jalan. Segera kuputar haluan dan kembali ke arah semula.
Sampailah aku di Madu Kismo, eh ternyata masih bingung juga. Akhirnya ditengah keraguan yang semakin khawatir bahwa nanti waktuku kesiangan jika kembali ke kota raja tetangga. Dalam kenekatan itu, ketemulah Padepokan Bagong, tempat terdekat yang menjadi acuan rumah Pak Kliwon, sang master Kamera Digital dan SLR. Sempat terpikir olehku seberapa hebat orangnya sampai-sampai rumah di kawasan pedalaman seperti ini sangat terkenal di kalangan mahasiswa dan para fotografer.
Ternyata memang benar. Beliau adalah orang yang unik dan memiliki catatan pengalaman yang luar biasa dalam bidang service kamera. Meskipun beliau tidak memasang plakat di depan rumahnya sebagai tukang service kamera, ternyata rumah beliau yang tidak meyakinkan sebagai sebuah bengkel kamera digital itu sering dikunjungi. Buktinya berbagai suku cadang maupun kamera-kamera yang selesai diservice maupun yang rusak berserakan memenuhi ruang kerjanya.
Berbekal sebuah lampu piring dan peralatan serta radio yang setia bersamanya, beliau kerjakan semua permintaan service dengan santai. Bahkan waktu si Kodak yang menurut ayahku sudah ga mungkin bisa diservice karena rusak di bagian mekanik lensanya, beliau justru bilang itu mah gampang. Biayanya paling habis 75rb aja udah beres. Haaaa, maklum lah aku orang yang tidak mengerti gituan terbengon saja. Intinya aku hari ini dapat pelajaran bahwa ketokohan itu muncul karena kapasitas dan kredibilitas.
Sekedar catatan, saat ini banyak yang salah menafsirkan antara menokoh dengan penokohan. Orang yang menokoh lahir karena memang dirinya memiliki kapasitas sebagai tokoh. Sedangkan penokohan hanyalah sebuah upaya pencitraan yang bisa jadi membuat orang yang tidak berkapasitas seolah-olah hebat. Menjadikan orang yang belum tentu baik menjadi seolah-olah baik. Dan itulah kenyataan hari ini, di negeri yang kita sayangi hari ini. Sulit sekali mencari tokoh, tetapi banyak aktor-aktor yang terlihat tokoh.
Sebenarnya masih banyak tokoh di negeri ini kok. Mereka mungkin tersembunyi seperti halnya Pak Kliwon hari ini. Beliau salah satu tukang service kamera spesial. Nah, ulama, politisi, pengusaha, dan para pejuang lainnya yang memang menjadi tokoh saya yakin masih banyak di negeri ini, dan kita layak belajar kepada mereka. Mereka harus kita cari dengan cara yang tidak biasa, jika sudah dapat jangan pernah menjauh dari mereka. Jika kalian menemukannya jangan lupa kabari aku ya.