Di tengah berbagai hal yang terasa ruwet akhir-akhir ini, mulai dari masalah negara yang semakin sulit didefinisikan hingga persoalan diri pribadi kita yang tak kunjung usai, rasa-rasanya membuka memori di masa silam itu menjadi hal yang harus sering dilakukan. Mungkin ada yang akan mengatakan jadul, tapi hendaknya kita selalu ingat akan sebuah nasihat bahwa hikmah itu ada pada yang lebih tua dan para pendahulu. Semangat muda kita hari ini luar biasa. Namun terkadang semangat itu terasa hampa karena kosongnya kepala kita dari fikrah dan pemahaman agama yang benar. Di samping itu, kesetiaan kita hari ini dipertanyakan kembali. Apakah kita masih setia seperti dahulu? Atau sedang tersesat dalam sebuah belokan kesetiaan yang diliputi banyak pembenaran oleh suara-suara orang tak dikenal.
Aku tertarik untuk mengutip sebuah fragmen sejarah di masa lalu, agar aku ingat kembali bagaimana ulama bangsa yang pernah hidup ini bisa kembali hadir semangatnya di tengah-tengah kita. Dialah Muhammad Natsir, sang pemersatu bangsa lewat Mosi Integralnya sehingga selamatlah Indonesia dari rekayasa belanda dan kembalilah Indonesia menjadi NKRI. Dialah sang pejuang sejati yang tak akan pernah hilang dari lubuk sanubari para pemuda muslim hari ini yang merindukan Indonesia teduh dalam naungan Islam. Dialah sang inspirator yang telah membawa pencerahan didunia lewat Rabithah Alam al-Islamy yang dipimpinnya.
Dan kusampaikan puisi Hamka yang dihadiahkan untuk Natsir dalam suatu kesempatan. Puisi ini ditulis Buya Hamka pada tanggal 13 November 1957 setelah mendengar pidato M. Natsir yang mengurai kelemahan system kehidupan buatan manusia dan dengan tegas menawarkan kepada Sidang Konstituante agar menjadikan Islam sebagai dasar Negara RI.
KEPADA SAUDARAKU M. NATSIR
Meskipun bersilang keris di leher
Berkilat pedang di hadapan matamu
Namun yang benar kau sebut juga benar
Cita Muhammad biarlah lahir
Bongkar apinya sampai bertemu
Hidangkan di atas persada nusa
Jibril berdiri sebelah kananmu
Mikail berdiri sebelah kiri
Lindungan Ilahi memberimu tenaga
Suka dan duka kita hadapi
Suaramu wahai Natsir, suara kaum-mu
Kemana lagi, Natsir kemana kita lagi
Ini berjuta kawan sepaham
Hidup dan mati bersama-sama
Untuk menuntut Ridha Ilahi
Dan aku pun masukkan
Dalam daftarmu……!
(dikutip dari buku “Mengenang 100 tahun HAMKA”)
Aku rindu ketika para pemuda muslim hari ini tidak terpenjara dalam retorikanya sendiri. Aku rindu saat-saat pemuda tidak terjebak dalam ambisi kekuasaan yang mengatasnamakan perjuangan. Hari ini, aku masih ragu apakah yang telah dilakukan itu untuk sebuah pembebasan atau hanya mobilisasi pencapaian kekuasaan. Atau sebenarnya kita sedang bingung karena kedangkalan ilmu dan pemahaman kita yang disempurnakan anggapan baik orang terhadap diri kita. Kita terlena dalam anggapan baik itu sehingga lupa tujuan yang sebenarnya.
Biarlah keraguan itu terjawab seiring semakin banyaknya pemuda yang kembali untuk peduli dengan dirinya dan masyarakatnya. Biarlah keraguan itu terjawab seiring dengan bertambahnya majelis-majelis ilmu dan banyak orang yang belajar untuk memahami ushul-ushul agama ini. Ketika kita hanya sibuk dalam jebakan kesibukan yang yang menjadi solusi atas kemiskinan aqidah dan kemiskinan ekonomi kaum muslimin hari ini, rasa-rasanya kita orang yang menyia-nyiakan waktu dengan membiarkan kekafiran orang lain terus bertambah. Maka semoga semakin bertambah para pemuda yang rela untuk memberikan hari-harinya untuk menjadi guru bagi keluarga dan masyarakatnya di tengah derasnya tekanan dari mulut-mulut orang awam dan dari kekuasaan orang-orang yang terusik kepentingannya.
Aku berlindung kepada-Mu yaa Rabb, jauhkanlah aku dari pemikiran yang sia-sia. Berilah kekuatan untukku bisa mengambil langkah terbaik dalam hidup ini. Menjadi manusia yang bermanfaat dan senantiasa berani bersuara untuk menyuarakan keadilan. Pertemukanlah aku dengan orang-orang yang senantiasa Kau jaga keikhlasannya, sebagaimana Engkau telah membelajarkanku hari ini kepada mereka. Merekalah permata, permata yang tidak akan pernah kulupakan. Dan pisahkanlah aku dari orang-orang yang membuatku takut dan tidak punya pilihan. Kuatkanlah aku untuk menunaikan amanah-amanah yang dibebankan kepadaku dan jadikan itu sarana untuk investasi pahalaku di sepanjang sejarah.
Aamiin yaa Rabb, kabulkanlah permohonanku ini.
Saya tak pernah takut masa depan. tak ada bahaya. masa depan milik umat Islam. selama mereka istiqomah, baik secara pribadi atau kolektif. (Natsir).
Like this mas….. luar biasa.
like this dik.
makasih
yang mahal itu istiqomah, namun itulah yang harus kuat kita azzamkan. bismillah, Allah adalah backing terbaik, motivator terbaik dalam apapun juga
Laa tahzan, innallaha ma’anaa