Hidup ibarat sebuah aliran fluida yang akan mengalami banyak proses hingga alirannya menjadi turbulen, makin cepat atau pun makin lambat. Dan di situlah terjadi perubahan. Perubahan hidup yang diharapkan tentunya harus semakin baik. Banyak rintangan tentunya. Onak dan duri akan senantiasa menjerat langkah-langkah perubahan itu.

Berubah menjadi lebih baik adalah ciri orang yang sukses. Hal itulah yang telah dikatakan oleh Rasulullah. Maka seorang mukmin wajib untuk terus bermuhasabah memperbaiki dirinya. Semakin hari, pribadinya makin indah, ilmunya bertambah, pemahamannya kian dalam, dan akhlaknya kian memesona. Itulah hakikatnya kita hidup. Dan hidup kita yang sebenarnya adalah untuk kematian, menyongsong kehidupan yang sesungguhnya di akhirat sana.

Sebagai seorang muslim yang terwariskan, tantang untuk berubah justru datang dari keluarga dan masyarakat. Inilah yang kurasakan saat ini. Namun Allah telah menunjukkan kuasanya dengan membukakan pintunya yang teramat terang sehingga keluarga ini semakin hari semakin dekat kepada Allah azza wa jalla. Ketaatan demi ketaatan kian bertambah dan semoga Allah meneguhkan semua itu hingga waktu kami berakhir. Dan karena pertolongan Allah inilah aku bisa terus bertahan untuk terus berubah memperbaiki diri menjadi pribadi yang lebih baik.

Tantangan berikutnya datang dari masyarakat sekitar yang terlanjur memahami Islam sebagai tradisi turun temurun. Islam bukan suatu yang harusnya dikaji terus-menerus sehingga sampailah pada pemahaman yang benar, tetapi hanya sekedar apa yang dilakukan bapak moyangnya dan tradisi yang telah berlaku. Ditambah lagi dengan budaya masyarakat jawa yang penuh dengan “pekewuh” yang akhirnya melahirkan banyak pembicaraan di belakang. Bersyukur rasanya ketika Allah memperdengarkan pembicaraan itu hingga ke telinga ini, sehingga jika kita benar-benar kesalahanku maka aku bertaubat dan meminta maaf. Jika itu karena kesalahpahaman maka semoga bisa dicarikan kesempatan untuk klarifikasi. Sekedar cerita, terkadang tokoh masyarakat harus dipertemukan dengan orang-orang yang berubah itu (atau lebih tepatnya aku yang berubah itu harus benar-benar serius menjalin komunikasi dengan mereka) untuk mengklarifikasi berbagai perubahan yang dialami.

Jika dulu masih aktif Yasinan kemudian tidak, eh “digreneng” di belakang, diisukan jadi sumber pengacau lah atau apa pun. Dan terkadang sebenarnya juga sumbernya dari sebagian pihak yang memang berkepentingan langsung dengan itu, misalnya modinnya (secara kalau Yasinan nanti hilang sumber pemasukan tambahannya juga bakal hilang). Jika dulu suka bersalaman dengan lawan jenis, sekarang mulai tegas untuk tidak bersalaman, meskipun mungkin belum bisa ke ibu-ibu. Eh, dibilang sok suci lah, atau yang lain. Ya mau bagaimana lagi, serba berat. Namun tidak akan pernah terjadi kalau tidak dicoba.

Itu semua membutuhkan kesabaran yang ekstra. Hal terpenting adalah jangan sekali-kali menyalahkan masyarakat. Mereka hanya bagian dari sebuah sistem yang digerakkan oleh segelintir orang penting yang opininya diikuti. Jadi tantangan yang sesungguhnya merangkul dan mengajak para tokoh untuk saling memahami sehingga tidak timbul berbagai masalah yang seharusnya tidak perlu terjadi karena ada faktor kepentingan yang ingin dipertahankan. Semoga ini menjadi madrasah kehidupanku yang sesungguhnya. Aku tidak pernah ingin bermusuhan dengan masyarakat, tetapi menjadi pioneer untuk mengajak masyarakat kembali kepada Islam yang kaffah, maka berseberangan dalam pendapat dan aktivitas adalah keniscayaan. Semoga Allah senantiasa menunjuki dan membukakan pintu-pintu hidayahnya.

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.