Belum lagi jika banyak umat Islam yang berada di atas jalan kemurtadan akibat tidak adanya perhatian bersama dari kita umat Islam dalam menyatukan kekuatan untuk mendidik mereka dan membiayai kehidupan mereka yang papa. Sekolah yang tidak memberikan landasan agama sejak dari lingkungan keluarga hingga tidak adanya zakat yang mampu menopang kehidupan ekonomi mereka. Negeri ini memang berasaskan Pancasila sebagai sebuah kesepakatan negara bangsa, jika hanya berdebat soal itu maka umat Islam akan semakin bodoh karena setiap hari setiap anak dari rahim kaum muslim terlahir dan para cendikia agama ini sibuk berdebat dengan persoalan itu dan lupa menanamkan nilai-nilai Islam di hati para buah hati penerus peradaban itu (tentunya ini lebih prioritas bagi kondisi umat yang terus dibodohi seperti hari ini).
Lebih parah lagi, negeri yang mayoritas muslim dan merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar ini sukses besar membuat status para lembaga zakat seolah-olah seperti pemulung (bacalah buku Keresahan Pemulung Zakat : Erie Sudewo). Sebuah kenaifan yang tidak lucu terjadi di negeri mayoritas muslim dengan fakta bahwa zakat itu bukan hal yang populer, apalagi dipahami sebagai kewajiban oleh mayoritas umat Islam. Aneh bukan, padahal itu adalah rukun Islam yang ketiga.
Nah, tugas kita yang menjadi para pemuda di tengah geliat umat yang lagi bangun tidur ini adalah memastikan umat ini segera mandi, gosok gigi, berdandan yang cantik, lantas bergerak dengan sigap menuju kesuksesannya. Kita sudah bisa dewasa menentukan langkah yang tepat untuk menjadi seperti apa kita kelak, bagian apa yang akan kita ambil. Karena kemenangan umat Islam di akhir zaman adalah janji Allah semestinya kita Imani. Jika itu sudah janji dari-Nya, lalu apakah kita masih ragu-ragu dan miris dengan fakta hari ini. Bukankah sejarah itu selalu berulang, ada masa rintisan, keemasan, kejatuhan dan berulang lagi fasenya.
Kita mungkin sedang berada dalam masa rintisan itu kembali. Jadi persoalan yang penting menyangkut perjuangan panjang itu adalah memastikan nama kita tercatat sebagai bagian dari pelaku sejarah kejayaan ini. Kita berharap Dia mencatat nama kita dalam kitab emasnya, meskipun umat manusia tak pernah tahu siapa kita. Menuju kejayaan artinya ada upaya besar yang harus kita lakukan berdasarkan visi besar kita pula. Dan visi besar itu akan selalu terpancang manakala kita juga menjadikan diri kita layak untuk bervisi besar.
Jadi hari ini tidak masalah kita berbeda selagi kita adalah orang yang berbenah terus menjadi lebih baik. Dari pergerakan kita yang berbeda-beda manhajnya selagi akidah kita satu, ahlus sunnah wal jamaah maka ada saatnya nanti Allah takdirkan untuk bersatu. Jika kita salah maka wajar sebagai bukti kita manusia, maka ingatkan saudara-saudara kita dengan bahasa yang lembut layaknya saudara bukan bahasa cacian yang lebih kasar dari binatang atau musuh. Jika hari ini kita masih akrab dengan caci maki terhadap sesama saudara kita, sudahlah mulut kita sendiri yang akan menjadikan kita gagal tercatat di buku sejarah itu dan semakin menunjukkan bahwa kita termasuk orang yang GAGAL PAHAM memahami realitas kebangkitan umat itu.
Kita hanya bisa berusaha, dengan keyakinan yang tinggi akan janji-Nya. Selebihnya Dia sendiri yang akan memilih pasukan-pasukan terbaiknya. Karena pasukan menuju kemenangan itu telah berjalan dan akan terus melaju menuju titik kemenangannya. Baik dengan atau tanpa adanya kita.