Terkadang kita harus memperhatikan juga teman-teman kita sebelum membuat pernyataan. Ketika kita adalah penyuka kisah-kisah perjalanan atau traveling biasanya kita akan membaca tulisan-tulisan para traveler. Lalu kita biasanya akan memberikan respon dengan membagikan postingan itu di dinding kita. Kita komentari, “Luar biasa, inspiratif”, “Wow, keren” atau apalah. Yang jelas, saat kita merasa terkesan, maka saat itulah kita akan totalitas untuk bersuara atas apa yang mengesankan kita.

Tapi yang jadi masalah adalah cara pandang kita berbeda dengan cara pandang teman kita yang ternyata sangat tidak setuju dengan pilihan kita. Sebenarnya sah-sah saja jika kita membagikan dan dia tidak berhak mencampuri urusan kita. Tetapi kita tidak bisa mencegah orang lain kan untuk mengomentari pilihan kita. Apalagi jika tipikal orangnya seperti yang dikatakan Tere Liye, dia lebih galak dari kita yang punya dinding di linimasa Facebook kita. Jika sudah seperti ini maka sebagai pemilik sekalipun sebaiknya mengalah.

Begitu pun aku yang ceritanya mencoba tulisan para traveler yang begitu unik. Sayangnya, tulisan ini mengandung kontroversi karena ada nama-nama yang dicantumkan dan konon beberapa orang sangat anti terhadap nama-nama ini. Aneh juga sih, anti sih boleh-boleh saja, tapi bukankah sebaiknya kita tetap menahan diri untuk menebarkan propaganda untuk menyukai dan membenci seseorang. Kecuali pada sosok yang sudah tersertifikasi, yakni para nabi dan rasul serta orang-orang shalih yang telah mendahului dalam kebajikan maka mereka jelas bisa dipropagandakan untuk disuka, atau para penjahat sejarah yang kejahatannya telah terang maka mereka bisa dipropagandakan untuk dibenci.

Lalu bagaimana dengan yang masih hidup sekarang? Jangan buru-buru. Bolehlah kita tidak setuju, tapi jangan membuat orang lain terusik dengan pendapat kita. Apalagi jika orang lain akhirnya terpengaruh dengan opini kita atas seseorang? Mau kita ikut menanggung dosa jika ternyata opini kita salah. Maka menjadi mufti (orang yang berfatwa) itu bukan perkara gampang, dan sudah seharusnya mufti itu berhati-hati, karena dia akan menjadi jalan kesesatan jika keliru, tetapi juga akan menerima pahala berlipat jika dirinya membuat keputusan yang tepat.

Setuju dan tidak setuju itu perkara pilihan hati. Tergantung cara pandang dan keilmuan yang dimiliki. Dan tergantung juga kecenderungan kepentingan yang sedang jadi bagian dari dirinya. Jadi jika kita berbeda dengan seseorang, jangan suka memaksakan kehendak kita sampai seakan-akan kita yang paling benar hingga menimbulkan kesan merendahkan lawan bicara kita. Ini sepele, tapi seringkali membuat banyak persahabatan kita renggang. Jadi jangan gitu dong.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.