Jalan aspal yang melintasi dusunku sepanjang 1 km beberapa bulan terakhir ini sering menjadi tempat kecelakaan yang menimbulkan korban jiwa, mulai dari luka ringan hingga luka parah dan bahkan kabarnya ada yang meninggal di perjalanan. Tapi Alhamdulillah belum ada yang meninggal di tempat kejadian. Korbannya pun mulai dari warga dusunku hingga orang luar yang memang melintasi jalan tersebut.
Alhasil, muncullah inisiatif dari warga untuk mengadakan Yasinan di pinggiran jalan itu setiap malam jumat. Ini sudah berjalan 4 kali. Kalo aku dan keluarga sih sudah tidak mengikuti agenda-agenda Yasinan dan turunannya sesuai dengan keyakinan kami terhadap syariat. Adanya amalan yang menurutku unik ini akhirnya menyita perhatianku untuk menulis, karena malam ini sebelum aku menulis pun baru saja terjadi kecelakaan yang mengakibatkan orang tetangga dusun mengalami pendarahan hebat di kaki. Lokasinya tepat di depan rumah kakekku. Nah, pasti ini jadi warga makin berpikir macam-macam.
Musibah itu Kehendak Allah
Padahal, bukankah sebenarnya musibah itu adalah semata-mata karena takdir Allah? Datangya berbagai bencana dan ujian itu adalah hak prerogatif Allah yang independen terhadap perbuatan makhluknya. Inilah kehendak transeden Allah yang tidak dapat dikait-kaitkan dengan apa pun. Allah telah berfirman
Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (At-Taghabun : 11)
Jadi apa hubungannya Yasinan dengan musibah itu nantinya? Sulit didefinisikan kan.
Yasiinan itu sendiri adalah ibadah yang tidak disyariatkan. Karena men-spesial-kan surat Yasiin di atas surat lainnya dalam al-Quran bukanlah suatu kebaikan. Bukankan semua kalam Allah dalam al-Quran itu mulia? Apa lagi jika meyakini bahwa dengan dibacakannya surat Yasiin itu kemudian menjadi sebab dihindarkannya musibah kecelakaan yang ada di sepanjang jalan itu. Di mana dalilnya dan apa dasar hukum yang sah untuk melakukan sebuah ibadah dengan tujuan seperti ini? Ini menunjukkan bagaimana pemahaman masyarakat tentang ibadah itu sendiri masih jauh dari kebenaran.
Mitos yang Tidak Beralasan
Setelah kejadian malam ini, bisa jadi masyarakat akan beranggapan bahwa jalanan aspal yang melintas di dusun kami adalah jalanan yang wingit (angker) karena selalu meminta korban. Hah, ini adalah penyimpangan aqidah yang tidak seharusnya terjadi. Berbagai perbincangan yang dibesar-besarkan khususnya tokoh-tokoh tua masyarakat yang aqidahnya masih bercampur baur dengan klenik hingga gossip ibu-ibu yang rendah pemahaman agamanya menjadikan masyarakat seolah-olah membenarkan anggapan di atas. Padahal, bukankah itu sebenarnya hal biasa saja. Suka-suka Allah dong memberikan musibah kepada hamba-Nya. Mengapa harus dikait-kaitkan dengan berbagai hal yang tidak beralasan.
Bagaimanapun, ini menjadi tantangan tersendiri bagiku untuk meluruskan pemahaman masyarakat tentang takdir dan musibah. Namun, ini bukan perkara mudah mengingat ego masyarakat dan kecenderungan untuk mengagungkan pemahaman orang yang dianggap lebih tua masih tinggi. Ditambah lagi kedekatan masyarakat pada Islam masih jauh, mengingat background masyarakat di masa lalu adalah kaum nasionalis tulen dan komunis. Benar atau tidaknya sejarah itu, yang pasti fakta hari ini menunjukkan bahwa pemahaman masyarakat terhadap Islam masih sebatas kulitnya saja.
Akhirnya, kisah kecelakaan beruntun yang menghiasi jalan yang melintas dusunku adalah sebuah ujian untuk menguji tauhid masyarakat. Tetapi itu adalah ladang amal bagi siapa pun yang ingin menegakkan agama ini. Dengan cara terbaik dan perkataan yang mulia. Meluruskan pemahaman sesuai dengan bahasa masyarakat sehingga tidak menghakimi dan justru menjadi inspirasi. Itulah tantangan untuk generasi muda yang telah memahami Islam ini, dan terkhusus untukku yang mungkin saat ini menjadi orang yang paling dekat untuk mewujudkan hal ini. Akan kucoba, perlahan-lahan sesuai dengan kapasitasku.