Hwaaa, rasanya berbeda sekali hari itu. Ingatanku kembali ke masa SMP ketika mengikuti kemah tahunan kegiatan pramuka. Kemudian ke masa KBTB (apa ya, oh iya itu Kemah Bakti Taruna Bangsa) Dewan Ambalan Ekamas (sebuah organisasi kepramukaan SMA 1 Wonosari). Ternyata sekian tahun lama tak berkecimpung di dunia kepanduan aku kembali merasakan aroma itu sekarang, meski tidak seperti masa itu. Ya, jelas berbeda, karena kepanduan yang aku ikuti kali ini adalah kepanduan luar biasa. Kepanduan apa ya? Ah, mungkin juga ada yang sudah tahu.

Intinya aku ingin bercerita hikmah dari pengalaman kemahku kali ini, setelah hampir 4 tahun tak merasaknnya. Maklum, 3 tahun pertama masih ga jelas. Terus tahun selanjutnya ada agenda lain yang sangat penting. Akhirnya tahun ini bisa bergabung. Dan ternyata Allah memilihkan waktu yang tepat bagiku untuk bergabung. Momentum yang tak akan terlupakan.

Niat Aneh demi Pembinaan Jasadi

Eits, jangan suuzon dulu. Niatku untuk mengikuti mukhoyyam (baca : kemah) ini bulat dan lillahita’alaa. Insya Allah. Tapi image yang tertanam dikepalaku kan memang ini kegiatan pembinaan jasadi, jadi kusengaja tidak membawa beberapa tugas dan tidak mengikuti kegiatan pra mukhoyyam. Agar nanti aku dapat menikmati “penyiksaan fisik” secara optimal. Niat yang aneh ya? Ga usah heran. Aku juga tahu kok ini aneh. Tapi kan demi kebaikan diri dan memenuhi hasrat pribadi setelah lama tidak mengalami dunia penggojlogan.

Dengan di antar sahabat setiaku yang kayaknya bakal jadi sastrawan, aku bergegas menuju alun-alun utara keraton kasunanan Solo. Di sana panitia berselayer orange telah sedia menunggu untuk “membantai” kami dalam kebaikan. Bismillah, kusiapkan hati untuk menanggung segala rasa dan rintangan. Acara pun dimulai dengan upacara. Sedikit berbeda dengan upacara bendera biasa. Tapi jauh lebih khidmat, apa lagi saat ustadz Rudi menyenandungkan tilawah quran yang luar biasa. Sejuk rasanya. Setelah itu, kami yang tidak ikut mukhoyyam dihidangkan “sarapan pagi”, yakni lari keliling alun-alun 3 kali dan melakukan push up, back up, sit up masing-masing 30 kali. Kenyang betul, tapi belum apa-apa. Masih kuat. Setelah itu, kami kembali ke kelompok untuk mendirikan tenda dan berkenalan dengan teman-teman yang lain.

Materi yang Keren

Apa yang membuat kemah tahun ini begitu spesial? Kata kunci yang kuajukan adalah “Social Orientation”. Bagiku, konsep kemah kali ini lebih berasa, karena dia mengusung konsep pendekatan sosial. Sederhananya adalah sebuah gerakan sosial tentu akan lebih bermanfaat ketika aktivitas pembinaannya beririsan langsung dengan medan kerjanya. Jadi kali ini perkemahan di lakukan di tengah kota, tidak seperti sebelum-sebelumnya yang dilakukan di hutan belantara (yak arena kondisi sekarang sudah memungkinkan ding).

Berawal dari konsep itu, ternyata konten yang disajikan pun lebih berkualitas. Di antara konsep kepanduan ini mulai bersinergi dengan Gerakan Kepramukaan Indonesia. Luar biasa, kemudian ada juga materi baris berbaris dan wawasan kebangsaan yang diisi langsung oleh institusi kepolisian dan TNI. Ini merupakan hal baru yang sangat keren kawan. Selanjutnya ada materi tentang P3K dan Manajemen Kebencanaan. Bahkan ada simulasinya loh. Asyik sekali.

Tapi namanya materi, pasti akan membuatku mengantuk. Dan setiap kali mendapat sodokan tongkat dari panitia, maka setelah itu aku akan melakukan push up sebanyak 20 kali untuk setiap pelanggarannya. Alamak, makin kenyang. Tapi semuanya itu terbayang dengan rasa puas yang tak tergantikan, bersanding dengan saudara-saudara seiman, dan bersinergi dengan sahabat lain yang sama-sama berjuang.

Kata kunci yang kudapatkan berikutnya adalah pentingnya “bersinergi” untuk mewujudkan tatanan kehidupan bangsa yang baik. Kompetisi bukan berarti selalu rivalitas, tetapi upaya perbaikan yang saling bergabung untuk melengkapi sisi-sisi perbaikan kehidupan berbangsa dan bernegara. Berkawan untuk membangun bangsa, bersaing untuk meningkatkan kualitas SDM, bukan berebut dan saling menjatuhkan.

Berkontribusi kepada Masyarakat

Nah, yang lebih kusukai lagi adalah Ahad paginya. Meskipun sejak dini hari mengalami pembantaian sampai lenganya udah pegel2 karena kekenyangan push up. Bahkan paginya masih harus sarapan juga dengan dibekuk-bekuk dan disuruh jalan sepanjang hampir 4 km.

Dan tahukah apa itu? Grebeg sampah kawasan Car Free Day, sesuatu banget. Ini adalah gerakan yang realistic meskipun minimal. Tapi penting untuk di lakukan. Aku dapat merasakan bagaimana berat dan mulianya petugas kebersihan kota Bengawan ini. Setiap hari dengan gaji yang jauh lebih kecil di banding para dosen lingkungan yang sebagian ternyata juga masih bercokol di markas, ngomong tentang lingkungan, tetapi nihil aktivitasnya. Bahkan kata Pak Sutanto, ada mahasiswa yang dengan gagahnya berdebat soal lingkungan, di saat para petugas kebersihan sedang membersihkan sampah bersama beliau. Mungkin ada yang bilang bahwa aktivitas ini pencitraan doang? Ya tidak salah sih, tapi ini dapat dilanjutkan kok tanpa harus memakai bendera yang sama. Yang terpenting ambillah inspirasi dari kegiatan ini.

Tidak berhenti sampai di situ, kami lanjutkan perjalanan yang heroik ini ke kawasan Sangkrah, kawasan yang sungainya menurutku sudah tidak karuan. Semak belukarnya luar bisa, sampahnya apa lagi. Hemm, mesti agak merinding membayangkan kerja rodi hari ini, tetapi ada kecintaan terhadap lingkungan yang tumbuh. Bukankah ajaran Islam senantiasa mengajarkan kita untuk bersih dan selalu menjaga kebersihan. Itulah spirit yang muncul saat menatap sungai yang kotor.

Begitu komando diberikan kami berbaris rapi bersenjatakan sabit, sapu, dan ikrak. Alhamdulillah, ternyata tugasnya adalah membabat semak belukar. Meski jangkauan kerjanya belum begitu luas dan hasilnya belum semuanya tuntas (kelihatan soalnya ada yang kurang ahli menyabit, sehingga kelihatan seperti nyukur rambut namun tidak rata) dan bersih sekali, namun kerja hari ini adalah inspirasi bagiku untuk membuat kegiatan yang bermanfaat bagi masyarakat. Saatnya mahasiswa kembali bergerak, bukan lagi bergerak memprotes pemerintah, tetapi bergerak untuk menggerakkan. Menggerakkan masyarakat melawan ketidakadilan, menyuarakan kebenaran, melakukan perbaikan dan peduli lingkungan. Keyword berikutnya adalah “kontribusi nyata” kepada masyarakat.

Sayonara

Setelah semuanya selesai dan kami juga menuntaskan ujian akhir (hadew kayak sekolah saja) yang membuat semua energy tersisa benar-benar teroptimalkan, kami segera berkemas dan kembali ke peradaban masing-masing. Dengan melepas senyum dan sapa, serta salam tentunya, kami berpisah di bawah pohon beringin besar. Serasa di baiatur ridhwan. Dan semuanya terasa indah. Terima kasih kawan-kawan. Terima kasih panitia atas hukumannya yang luar biasa. Aku suka, semoga bisa mengikuti untuk yang kali selanjutnya. Terima kasih dan sayonara. Gamsha habnida.

3 Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.