Naik Pesawat Kali Ini Spesial

Kawan, pernahkan Anda naik pesawat? Bagi yang belum pernah tentu adalah mimpi dan harapan yang ingin dicapai. Sebagai pengalaman baru tentu melihat burung besi yang gagah itu akan menjadi sesuatu banget. Itulah yang pernah kualami 2 tahun silam saat akan menjejakkan kaki ke Padang. Dan ini adalah penerbangan yang kesekian kalinya dengan izin-Nya.

Baru kali ini aku merasakan rasa sakit saat pesawat menurunkan ketinggiannya. Perubahan tekanan udara yang cepat membuat telingaku terasa sakit. Sebenarnya ini hal yang umum terjadi di penerbangan, tetapi mungkin hari ini tidak biasa saja bagiku. Di samping tidak dapat kesempatan duduk di jendela, jadinya semuanya serba bete.

Sempat seperti orang ngigau ketika para pramugari menjajakan makanan dan minuman. Bule-bule sebelahku yang merupakan ibu dan anak asal Jerman itu pun memesan minuman. Kukira ini gratisan seperti ketika di penerbangan menuju Eropa dulu. Alamak, ternyata bayar. Sempat order, tetapi mungkin mbak pramugarinya kurang memperhatikan atau melihatku sedang mengigau jadinya tidak dilayani. Aku yang beruntung, karena membeli satu gelas Pulpy Orange di kabin jelas akan menelan biaya 4-5 kali lipat dari harga normal. Gila? Jelas jika itu kulakukan sebagai seorang backpaker.

Pesannya adalah jika Anda naik AirAsia di kelas paling ekonomis, maka yang terpenting adalah nikmati suasana perjalanan dengan riang gembira. Sebelum berangkat isi perut secukupnya agar tidak kekenyangan tetapi juga tidak kelaparan. Karena selama di pesawat tidak diperkenankan makan & minum dari bekal yang dibawa dari luar. Jadi bersabarlah sesaat saat terbang hingga sampai di tempat tujuan.

Dan burung besi bercat merah putih milik maskapai negeri tujuan itu pun mendarat di Bandar Udara LCCT, bandara yang khusus menjadi markasnya AirAsia untuk penerbangan kelas ekonomi. LCCT sendiri memiliki kepanjangan Low Cost Carrier Terminal, kerasa banget bahwa bandaranya kelas dua dengan pelayanannya yang berbeda dengan Kuala Lumpur International Airport (KLIA). Ujian rasa sakit pun berakhir, berganti dengan mendung tebal seperti fenomena Kalimantan yang baru saja kunikmati sebulan yang lalu. Inilah tantangan baru, di tanah serumpun yang orang-orangnya berbahasa Melayu. Yang kata berita, merekasuka merendahkan saudaranya dengan sebutan Indon. Benarkah? Aku belum pernah mendengarnya langsung, bahkan sejauh aku berkomunikasi dengan orang-orang Malaysia aku mendapatkan perlakuan yang ramah sebelumnya. Jadi persepsi itu kusingkirkan jauh-jauh.

Kuucapkan syukur. Kami telah tiba di Kuala Lumpur. Kota yang membuatku penasaran dengan Twin Towernya. Benarkah sebagus di foto-foto yang sering terpajang itu. Aku akan melihatnya sendiri nanti.

bersambung ….

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.