Upacara Bendera
Serasa kembali ke hari-hariku di masa SD. Sebuah sekolah yang terletak di pinggir desa dengan jumlah siswa terbanyak di antara SD lainnya. Kukenakan baju putih merah dengan topi kecil di kepala. Kami menghormat sang Saka Merah Putih diiringi lagu kebangsaan oleh barisan paduan suara yang sesekali ada falsnya.
Hari ini aku kembali mengikuti upacara bendera. Bukan lagi sebagai peserta yang berpanas ria, melainkan berdiri teduh di bawah koridor sekolah bersama para dewan guru SD 002 Gunung Tabur. Upacara berlangsung dengan khidmat, dan tentu saja nuansanya berbeda. Dialek bahasa Indonesia di sini berbeda dengan tempatku dahulu menghabiskan masa kecil. Jadilah upacara hari ini menyadarkanku bahwa aku benar-benar berada di belahan lain negeri ini. Yang tetap menggunakan bahasa yang sama meski dialeknya berbeda.
Hal yang menggelitik saat upacara adalah siswa-siswa yang datang terlambat, termasuk salah satu guru yang datang terlambat. Semua tertahan di depan gerbang sekolah. Maka bisik-bisik antar guru pun dimulai, dan terpaksa telinga ini pun ikut menjadi pendengar setia karena tak sempat membawa kapas dan tak mungkin juga memasang headset di telinga saat upacara. Upacara hari Senin mungkin akan selalu seperti ini, karena bukan upacara yang membuat kita semakin tebal nasionalismenya, tetapi terkadang upacara justru membuat kita bosan dengan sang Saka Merah Putih. Betul tidak? Ah ini pertanyaan yang akan membuat marah para anggota TNI ya. Maaf deh.
bersambung …