Bismillah, 16 Agustus 2011

Perjalanan dimulai saat Bus Sumber Kencono menyambar kami dari halte depan Boulevard UNS. Dan saat itulah aku merasakan nuansa horror dari bus ini. Ya, ini pertama kali aku menaikinya setelah sekian lama sering dengar cerita bagaimana karya bus ini menghasilkan banyak korban jiwa dan derita bagi para penggunanya. Tapi anehnya, tetap padat dan diminati banyak orang. Termasuk aku dan temanku.

Perjalanan berlalu dalam kebisuan karena memang kami ga saling kenal sejak awal. Sesekali komunikasi lewat SMS tanya waktu buka puasa dalam perjalanan dan apakah sudah buka puasa saat bus mulai memasuki kawasan kabupaten Jombang. Jawaban orang yang cendikia (dan pernah ngaji), sesuai dengan kaidah yang dia pelajari saat di pesantren. Oke, aku mengerti.

Saat sampai di Jombang, bus pun berhenti dan kami harus mencari bus baru agar langsung ke Malang, dari pada harus muter ke Surabaya dahulu. Dan yang awalnya masih cuek, akhirnya saling berdiskusi. Gayaku yang memang suka basa-basi akhirnya memecahkan kebisuan perjalanan. Sambil pamer daerah asal, saling melaporkan capaian kegiatan remaja masjid masing-masing.

Sambil menikmati kepulan asap rokok yang berlomba keluar dari mulut bapak-bapak yang berbahasa khas Jawa Timurnya kami terus berdoa agar bus segera jalan dan tidak menyesakkan nafas. Alhamdulillah setelah satu jam dalam gerah dan siksa asap rokok, bus berjalan dengan tenang. Menyusuri indahnya kota Batu. Ternyata kerlip lampu dipadu dengan suasana sejuk di malam hari menjadikan kota Batu terasa indah di mata. Ah, aku kelak harus ke sana lagi, gumanku dalam hati.

Sesampai di depan kampus Universitas Muhammadiyah Malang, yang ternyata salah gerbang kami menunggu jemputan sampai malam hari. Sejam menunggu datanglah 2 orang bersepeda motor. Cowok semua. Lho! Kawanku yang satu ini akhwat lho, kok dibawain cowok semua. Refleks aku bilang demikian ke panitia yang menjemput.

Aku lupa bahwa ini bukan Solo, ini Malang. Di Solo, khususnya di kalangan aktivis kampus, lebih khusus lagi di kalangan aktivis dakwah berboncengan antar lawan jenis adalah hal yang tidak pernah kami lakukan. Alami saja sebenarnya, ya karena itu sebagai kesepakatan kami untuk menjaga diri masing-masing agar terpancing pada kedekatan-kedekatan yang tidak penting. Kan belum siap nikah, maka ya ga usah dekat-dekat dong.

Karena memang begitu kultur di sini, terlebih ini adalah organisasi umum jadinya ya oke saja. Perjalanan menyusuri gang-gang pintas untuk cepat sampai ke asrama mahasiswa. Sesampai di sana aku takjub, ternyata kampus Muhammadiyah ini memiliki asrama yang standarnya udah seperti hotel. Jika dibandingkan kampusku, jauh, kampusku baru proses membangun. Di sinilah kami akan menghabiskan malam-malam kami untuk 5 hari ke depan.

Setelah shalat isya dan tarawih sendirian di mushola, malam ini kurebahkan badanku menyambut sahur esok hari.

bersambung …

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.