Ceritanya adalah sewaktu aku baru pulang dari Muenster dan Dortmund kemudian mengaktifkan FB, ada salah satu adikku yang curhat. Wah-wah, curhatnya tentang sesuatu yang sensitif banget. Katanya dulu dia pernah disukai ama seseorang yang sekarang sudah berubah haluan dan berseberangan paham dengannya. Hingga setiap diskusi yang terjadi belakangan antara dia dengan orang itu ujung-ujungnya dia disudutkan dan kemudian dia merasa ga nyaman. Wow, sesuatu banget pasti ini.
Aku hanya menebak-nebak, mungkin saja orang yang menyukainya itu masih menyukainya hingga hari ini dan berharap sekali dapat menjadikannya seorang pasangan hidupnya nanti. Namun, sepertinya proses komunikasi yang terjadi terlalu memaksakan hingga justru terjadi sesuatu yang salting. Ah, mungkin juga efek VMJ yang pernah terjadi sebelumnya. Aku juga tidak tahu apa yang dipikirkan orang itu maupun apa yang sebenarnya terjadi di hati adik yang curhat tadi. Anyway itu sebuah hal yang menurutku akar permasalahannya karena cinta yang sempat salah sasaran.
Masa lalu itu akan selalu membayang-bayangi kita. Aku pun pernah punya pengalaman menyukai seseorang hingga taraf sakit cinta katanya. Wah, melow banget yah. Tapi beneran kok, ga enak rasanya. Untung Allah segera menutup pintu itu dengan berbagai hal yang lebih menarik sehingga tidak menyibukkanku untuk terjebak pada perkara-perkara remeh semacam itu. Tapi bagaimanapun bayangan tentang dia sempat mengawang-awang dipikiranku hingga bertahun-tahun lamanya. Untung sekarang orangnya dah menikah. Ha ha ha.
Akhirnya kisah adikku tadi dan pengalaman pribadiku yang mungkin belum pernah merasakan hal-hal yang begituan ini menjadi hal terbaik yang menjadikan hatiku hari ini tetap asyik menikmati hidup. Tidak pernah mengenal istilah cemburu dengan pasangan (wong belum punya istri), tidak pernah mengenal istilah patah hati (ha ha ha, masak hati bisa patah) atau pun berbagai gejala cinta remaja seperti yang sudah biasa terjadi hari ini. Seperti kata Ustadz Salim, pacaran yang indah itu adalah setelah pernikahan. Pacaran yang sangat berpahala lagi menenteramkan. Yah, mencintai orang yang dinikahi itu sebuah kenikmatan. Maka yang terpenting adalah merencanakan dan mempersiapkan pernikahan dengan cara yang paling baik.
Pernah aku cerita kepada temanku yang psikolog ketika saling bergurau. Aku penyuka semua cewek yang baik loh. Kenapa? Karena salah satu, salah dua, salah tiga, atau salah empat dari mereka ku harapkan ditakdirkan untukku nanti (meski aku pun tak pernah bermimpi untuk 2, apalagi 4). Dia mengatakan, dasar cowok, maunya. Ha ha ha. Yah, itu menurutku lebih fair, dari pada sekarang banyak dijumpai pecundang (bahasa gagahnya playboy) yang hobi nggombalin wanita dengan tujuan untuk merusak dan merendahkannya. Yah, itulah jalan hidup yang sangat mengerikan hari ini.
Memang dalam hal mencintai itu pilihan hidup. Maka sebenarnya masalah pacaran dan moralitas muda-mudi hari ini tergantung pada sudut pandang kita. Sebagai masyarakat muslim, tentu akan sangat menyedihkan ketika mereka membiarkan putra-putri mereka berkeliaran, berduaan dan tidak mengerti apa yang seharusnya mereka lakukan di masa muda. Karena semua itu ada saatnya nanti. Dan bukankah yang terindah itu ketika sampai pada waktunya nanti.
Aku menasihati diriku yang mungkin juga kurang bersabar dalam menyambut nikmat yang dijanjikan ini. Sangat normal jika laki-laki tertarik pada wanita, begitu pula sebaliknya. Terlebih di era interaksi tanpa batas seperti hari ini. Tetapi sikap rasional dan mendahulukan intelektualitas disertai keyakinan spiritual yang kokoh akan menghasilkan sikap hidup yang elegan dan penuh hikmah. Setiap kita akan merasakan berbagai cobaan hidup yang tak akan berhenti sampai mati. Cobaan hari ini teramat halus dan justru menyenangkan. Kesenangan hidup, kemudahan akses, dan berbagai hal-hal yang serba gampang seperti hari ini adalah ujian yang lebih berat dari masa-masa susah dahulu ketika awal mula dakwah Islam bermula.
Sahabatku, kita punya kehidupan pribadi masing-masing yang terkadang tidak pernah diketahui seorang pun kecuali antara diri kita dengan Allah. Sebaik apa pun kita di luar sana, sebaik apa pun pandangan orang lain kepada kita, tidak akan berarti apa-apa ketika kita ternyata tidak dapat menjaga kebaikan itu sendiri, yaitu apa-apa yang membuat Allah ridho pada kita. Ini nasihat terbaik untuk diriku hari ini.