Rasanya damai setelah rekonsiliasi dan berbagai persiapan yang hampir matang. Aku dapat bernafas lega.
Pertama, amanah lembagaku telah mengalami masa transisi, meskipun secara tanggung jawab aku masih harus menjadi penanda tangannya namun aku optimis adik-adikku SIM telah siap untuk menggantikan kepengurusan kami di tahun 2013 nanti. Sedikit hiburan esok paginya akan ada kunjungan dari rekan-rekan UKM Keilmiahan UNY. Kedua, persiapanku untuk ke Jerman telah 90 persen dan tinggal melakukan packing akhir. Sehingga tidak akan lagi wira-wiri.
Ternyata menjelang sore ada seorang yang menelpon aku dengan sangat tergesa-gesa, cemas dan mengerikan. Dia adalah rekanku yang akan ke Jerman nanti, kakakku, sekaligus juga Ayah bagi kami, karena segala keuangan dan tanggung jawab administrasi ada di bawah kendalinya.
“Dika, dirimu bisa ga ke Salatiga?”
“Ngapain mas?”, tanyaku dengan cemas
“Tolong mintakan tanda tangan SPPD ke PR II, kalo administrasi itu ga selesai sebelum kita berangkat ke Jerman, nanti uang transport kita dan yang lain tidak jadi cair dan kita harus mengembalikan dana talangannya. Tolong ya bisa ya, karena aku masih ribet mengurus SPJ-SPJ nya.”
Deg, aku yang juga termasuk ahlul SPJ terkejut plus ingin marah besar. Gila, ni kampus beneran ngadain tugas kunjugan belajar apa tidak sih sampai urusan kayak gini kami harus rempong. Dengan diikuti rasa pemakluman karena memang telah terbiasa sebelumnya waktu dilembaga, kusanggupi permintaan mas Joko tadi meski aku harus merubah sekian banyak agendaku sore itu.
Dengan dibekali uang saku darinya aku menaiki kendaraan serba patas menuju sebuah hotel di Salatiga tempat para Profesor UNS sedang rapat senat. Alhamdulillah 12 biji tanda tangan PR II dapat diperoleh meski harus menunggu beberapa waktu dan berhujan ria diiringi rasa khawatir kalau-kalau jadi flu di tengah perjalanan menuju ke Jerman nanti. Aku bisa pulang dengan selamat sampai di Solo lagi.
Hikmahnya, Indonesia hari ini harus melakukan perbaikan birokrasi dan mekanisme keuangan. Pertama, birokrasi di Indonesia ini terlalu ruwet karena banyaknya pegawai yang tidak semakin memperlancar administrasi tetapi memperlama dan mempersulit. Kedua, kondisi ini meningkatkan beban belanja negara untuk gaji pegawai negeri yang notabene banyak tenaga tidak produktif bahkan di tataran perguruan tinggi sekalipun. Ketiga, sistem SPJ uang negara itu sangat mungkin dipalsukan dalam kondisi wajar.
Jika ketiga potensi kerusakan itu tidak segera diperbaiki, kasus-kasus rempong seperti yang kualami akan terjadi. Itu hanya berakibat kecil dengan rasa capek dan perjuangan kecil. Kasihan mereka-mereka yang terlanjur cinta dengan uang sehingga mudah korupsi, termasuk sedikit dan hampir tak berkontribusi dalam kerja namun memperoleh imbalan yang lebih besar dari apa yang dikerjakannya. Semoga ini dapat menjadi tamparan keras bagi penulisnya sendiri.