Pindah Rumah
Empat hari lamanya kami tinggal di kontrakan mas Baihaqi. Suka duka yang terasa di sana setiap hari mulai dari konser anak-anak di kamar tetangga sebelah yang memilukan, meskipun terkadang melihat keceriaan mereka juga menjadi kerinduan. Juga tentang air mandi kami yang lebih mirip kopi susu yang aku minum saat di warung Bu Tarti dekat tempat tinggalku di Solo. Atau tentang menu harian kami yang membosankan nasi dan telor karena warung-warung di sana juga juga hanya berjualan mie telor. Sama saja kan.
Namun sejak tadi malam, kami telah mulai berkemas ke rumah salah satu warga yang sekaligus guru di SDN 2 Gunung Tabur. Beliau memberikan kesempatan kepada kami untuk tinggal di rumahnya. Hal itu ia lakukan karena selama dua pekan ini beliau akan pergi ke kampung halamannya karena ada hajatan keluarga besarnya di Sulawesi Selatan. Bapak berdarah Bugis ini mempercayakan rumahnya kepada kami berdua beserta sepupunya yang bekerja. Kami boleh tinggal gratis, yang penting memberikan perawatan kepada ayam-ayamnya. Ahaa, terima kasih Pak.
Pagi-pagi buta, beliau beserta satu saudaranya dari Sulawesi, Pak Darwis berangkat ke Bandara Kalimarau, sebuah bandara internasional di Kalimantan Timur yang bertujuan untuk menarik sebanyak mungkin wisatawan mengunjungi obyek wisata andalan kabupaten Berau, kepulauan Derawan dan sekitarnya. Kami melepas kepergian mereka dan segera mengemasi barang-barang kami yang tersisa di rumah mas Baihaqi untuk dipindahkan ke rumah baru kami. Di sini fasilitas tersedia lebih baik, karena ada mesin cuci, peralatan masak yang lengkap, dan tentu saja air yang tidak seperti Coffemix lagi. Meskipun demikian, kesan kumuh dari rumah-rumah panggung di kawasan ini masih tetap melekat karena faktor perawatan yang kurang diperhatikan.
bersambung …